Mengenal Temper Tantrum pada Anak dan Bagaimana Menghadapinya

Tantrum adalah ledakan emosi anak yang biasanya ditandai dengan sikap anak yang keras kepala, marah, menangis, teriak bahkan membangkang (Hellosehat).

Tulisan ini adalah intisari dari apa yang saya baca pada salah satu postingan pemilik akun facebook Etty Sunanti yang kebetulan dishare oleh teman saya. Beliau menuliskan bagaimana temper tantrum dalam islam.

Sebelum saya menuliskan lebih jauh, coba teman-teman ingat. Pernahkah kita menemukan seorang anak yang tiba-tiba menangis hingga mengamuk? Bahkan sampai tertidur di lantai. Entah itu di pusat perbelanjaan, di jalanan atau dimana pun juga.

Terlebih ketika orang tuanya hanya diam dengan tingkah anak yang begitu. Mereka malah asyik saja melanjutkan kegiatan mereka.

Tentu akan ada pertanyaan dalam benak kita. ”ih anak nangis sampai begitu kok dibiarin aja ya?”

Apalagi bagi saya yang notabene adalah seorang single ladies yang belum terbiasa berinteraksi dengan anak. Pasti akan timbul perasaan tidak tega dan sedikit banyak mengumpat sikap orang tua yang demikian.

”Orang tuanya gimana sih? Kok diam saja anaknya menangis. Bukannya dituruti saja apa yang dimau.”

Padahal kalau kita berpikir dari sudut pandang para orang tua tersebut. Mungkin mereka akan berpikir bahwa itu adalah fase yang wajar dilalui oleh anak.

Tapi karena ketidak-tahuan kita, semua jadi serba salah. Dan hati-hati, bisa jadi anak malah merasa diabaikan lho. Boleh jadi kehormatan diri anak sebagai taruhannya karena begitu banyak yang akan memperhatikan.

Jadi, akan lebih baik jika kita mencari tahu terlebih dahulu apa yang sedang terjadi pada anak saat itu? Apa penyebabnya? Dan bagaimana sebaiknya kita menyikapi anak yang sedang tantrum? Agar kesehatan fisik dan psikis anak tetap terjaga.

Apa Sih Temper Tantrum itu?

Sebelum kita berprasangka pada orang tua pada awal cerita atau ikut-ikutan melakukan apa yang mereka percayai. Sebaiknya kita mengerti terlebih dahulu apa sih yang dimaksud dengan temper tantrum?

Temper Tantrum pada Anak

Jangan sampai kita malah menyakiti anak dengan pemahaman kita yang salah kaprah. Jadi, tantrum itu apa?

Tantrum adalah ledakan emosi anak yang biasanya ditandai dengan sikap anak yang keras kepala, marah, menangis, teriak bahkan membangkang (Hellosehat). Sehingga, temper tantrum bermakna letupan amarah anak di saat menunjukkan kemandirian dengan sikap negatifnya. Atau bisa juga sebagai ledakan emosi anak/orang dalam kesulitan emosional.

Hal ini ditandai dengan sikap keras kepala, menjerit, menangis, pembangkangan, marah-marah dan mengomel.

Apa Saja Faktor Penyebab Temper Tantrum?

Menurut Tika Bisono, MPsiT, psi, tantrum adalah sebuah akibat. Penyebabnya bisa terdiri dari berbagai factor, diantaranya:

Kegagalan Pola Asuh

Kebanyakan orang tua memilih pola asuh yang sudah turun-temurun dari generasi terdahulu tanpa penyesuaian zaman.

Pada masa sekarang, para orang tua terjebak pada fenomena kehidupan yang lebih berorientasi pada dunia pekerjaan bukannya keluarga. Memang sih, tidak semua orang tua seperti itu. Ada juga yang lebih memprioritaskan keluarga mereka.

Misalkan saja orang tua bekerja dan meninggalkan anak di bawah pengawasan pengasuh. Atau ada anak yang semakin kritis sementara kedua orang tua tidak kreatif. Bisa juga orang tua yang cenderung memanjakan anak atas rasa bersalah orang tua bekerja.

Dari fenomena tersebut akan tercipta kombinasi pola asuh yang konservatif dan cenderung otoriter, kurang komunikatif, tidak empatis, terlalu berlebihan dalam mencurahkan kasih sayang, permisif yang tidak logis dan irrasional.

Dengan demikian ada orang tua yang cenderung memaksakan hal apa pun pada anak. Ada yang membebaskan anak tanpa dibarengi dengan disiplin sama sekali.

Sehingga terkadang situasi menjadi tidak kondusif bagi orang tua saat mengatasi perilaku anak yang sedang tantrum.

Jadi, belajar mengenai pola asuh anak itu tidak mengenal waktu. Apalagi dengan semakin majunya teknologi saat ini.

Orang Tua Tidak Memahami Pikiran, Emosi dan Keinginan Anak

Tantrum biasanya dimulai ketika anak berusia 1-2 tahun. Dimana saat itu pertumbuhan motoriknya berkembang jauh lebih pesat dibanding kemampuan verbalnya. Sehingga terkadang anak sulit mengekspresikan pikiran, emosi dan keinginannya.

Lalu, mereka akan bereaksi dengan menangis keras, berteriak, melempar barang apa pun, tidur di sembarang tempat atau berguling-guling. Dimana sebenarnya hal itu adalah ungkapan dari energi negatif atas ketidak-mampuan mereka.

Ketika ini terjadi, penting bagi orang tua memberikan respon, penanganan dan perhatian yang positif, tepat sasaran dan konstruktif. Dengan kata lain orang tua berusaha mencegah agar tantrum tidak bertahan apalagi sampai dewasa.

Jangan sampai salah memberikan penanganan dengan membiarkan perilaku tantrum atau tidak memberikan perhatian pada anak.

Situasi Sosial atau pengaruh Lingkungan

Pada dasarnya anak adalah peniru ulung. Jika orang tua atau tetangga di sekitar terbiasa mengungkapkan kemarahan mereka secara meledak-ledak, maka anak akan merekam adegan tersebut.

Jangan salahkan anak jika terpengaruh dan kemudian mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang sama.

Bagaimana Menyikapinya?

Alih-alih mendengar jeritan emosi anak dengan menggunakan telinga, kita harus mendengarkan mereka dengan hati. Begitu kata Tika Bisono, MPsiT, psi.

Agar bisa demikian, kita perlu mengetahui bagaimana menyikapi temper tantrum dengan baik.

Menurut bunda Etty Sunanti, kedua orang tua harus memahami tiga fase dalam temper tantrum agar dapat menyikapi tantrum dengan baik, diantaranya:


Fase Sebelum Tantrum

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan untuk menghadapi anak pada fase sebelum tantrum. Seperti:

Orang tua harus mengenali emosi-emosi dan mood yang ditunjukkan oleh anak. Karena itu penting bagi bu-ibu untuk memperhatikan tingkah polah anak sehari-hari. Agar tidak salah mengartikan apa sebenarnya yang anak inginkan.

Orang tua harus memberikan contoh yang baik secara terus-menerus dan konsisten. Maka anak akan merekam dan meniru hal yang baik pula.

Seorang anak akan menyesuaikan diri terhadap perlakuan kita. Jika kita memperlakukan mereka dengan lembut, maka mereka akan bersikap yang sama. Pun juga sebaliknya.

Orang tua memberikan perhatian yang cukup pada anak. Sehingga anak merasa aman, tentram dan puas dengan sendirinya. Bayangkan saja jika sejak awal orang tua tidak menunjukkan perhatian sedikit pun. Jangan salahkan jika ada banyak kekacauan dalam hati mereka.

Tidak salah jika meminta bantuan penjaga anak. Apalagi ketika orang tua benar-benar merasa sibuk dan tidak bisa menghandle anak. Hanya saja, bu-ibu harus memastikan kriteria yang baik untuk penjaga anak. Jangan asal pilih ya! Hehehe…

Kita menyibukkan anak dengan hal yang positif. Seperti mengajak mereka membaca buku yang menarik perhatian atau mengikuti permainan yang mereka sukai.

Setelah semua itu, maka mari berharap anak tumbuh dengan baik.

Fase pada Saat Tantrum

Nah, ketika anak sedang tantrum apa sih yang sebaiknya orang tua lakukan? Bunda Etty sudah menuliskannya sebagai berikut:

Ada anak yang ketika tantrum memiliki kecenderungan semakin parah saat diberi perhatian. Maka akan lebih baik jika orang tua tidak menghiraukan anak tantrum untuk sementara waktu.

Orang tua memegangi anak dengan kuat tanpa mencederai, memeluk dan mendekapnya. Hal ini bermaksud agar anak merasa aman.

Orang tua harus bersikap lebih tegas tapi tetap peduli dan positif. Selain itu, kalahkan mereka dengan suara tegas. Bukan asal keras apalagi dengan nada marah.

Lebih baik jika orang tua mampu mengalihkan perhatian anak yang sedang tantrum. Sehingga bu-ibu tidak perlu memenuhi permintaan mereka begitu saja. Tanpa ada disiplin atau pembelajaran yang diberikan.

Jadi, termasuk type orang tua yang bagaimanakah kita? Atau apakah kita akan menjadi orang tua yang selalu meloloskan permintaan anak hanya agar anak tidak tantrum? Meski keinginan mereka adalah barang yang sebenarnya tidak akan bermanfaat untuk mereka.

Fase Setelah Tantrum

Ini adalah hal yang tidak kalah penting harus kita lakukan setelah anak tantrum. Agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.

Orang tua memeluk dan mencium anak. Sehingga anak akan merasa dilimpahi perhatian dan kasih sayang.

Orang tua menjelaskan bagaimana sesuatu yang baik dan benar pada anak. Dengan pemahaman yang mudah mereka terima. Kita juga perlu menghindari untuk memberi nasihat yang berat dan sulit bagi mereka.

Orang tua juga perlu memberitahu perilaku yang diinginkan dari anak. Tidak lupa pula memberitahu apa saja batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Mulailah menginformasikan kepada anak mengenai apa itu kebutuhan dan keinginan. Agar mereka memahami apa saja yang boleh langsung mereka dapatkan. Dan apa saja yang bisa ditunda untuk didapatkan.

Kesimpulan

Tidak semua orang memahami tantrum itu apa. Tantrum adalah ledakan emosi anak yang biasanya ditandai dengan sikap anak yang keras kepala, marah, menangis, teriak bahkan membangkang (Hellosehat).

Kita boleh saja mendiamkan anak yang tengah tantrum asal kita sudah memahami benar bagaimana menyikapinya dengan baik. Sehingga anak tidak merasa diabaikan dan akhirnya malah membuat mereka semakin tidak terkendali.

Referensi

Sunanti, Etty. 2017. Temper Tantrum dalam Islam. (daring) https://www.facebook.com/100007678698033/posts/1942229636142974 diakses pada tanggal 2 Oktober 2020.

Tandry, Novita. 2010. Bad Behaviour, Tantrum and Tempers. Jakarta: PT. Elex Media Computindo.

With Love

Yuni Bint Saniro

Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

5 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Temper tantrum biasa terjadi pada anak terutama usia pra sekolah. Memang benar mbak, langkah penanganan yang benar akan memberikan dampak psikologi ke depannya bagi anak. Saya juga berusaha untuk tidak terlalu panik saat anak tantrum, agar bisa tetap berpikir jernih.

    BalasHapus
  2. Memang serba salah menghadapi anak yang tantrum, apalagi jika anak tantrumnya di tempat umum, bagi yang belum mengerti ilmunya pasti akan menganggap orang tuanya keterlaluan membiarkan anak nangis dan mengamuk. Kadang sebagai orang tua juga malu dengan penilaian orang lain karena dianggap membiarkan.

    BalasHapus
  3. pernah ngalamin ini pas anak pertama, ngamuk di Gramed gara-gara pengen mobil remote.. Ortu harus bener2 nahan emosi agar tidak ikut terbawa suasana. Menurut saya, didiamkan dulu sementara, sangat efektif. Setelah tenang baru dinasehati. TQ postingannya mbak

    BalasHapus
  4. Terima kasih mbak, penjelasannya. Membantu banget, anak saya masih 3 tahun kadang juga semacam tantrum gitu. Cuma masih bisa diajak komunikasi agar paham, asalkan saya juga enggak tantrum😆

    BalasHapus
  5. Betul Mba. Ngadepin anak tantrum itu harus dengan kepala dingin. Dan aku sendiri juga seringnya diemin dulu anak-anak kalo pas tantrum sambil perhatiin dari jauh. Semakin diliatin atau disapa, biasanya mereka makin bertingkah. Apalagi kalau di tempat umum. Tapi point penting itu aku setuju, ortu harus firm, tegas, tapi gak beringas. Jadi anak tahu who's in control. Once kita ngalah mereka akan mengulangi lg cara yang sama utk mendapatkan keinginannya. Tuh kan jd ortu itu penuh tantangan hehehe..

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro