Merindukan Pernikahan - Part Tiga


Abigail POV

Editted by Canva

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.05, bahkan jam kerja sudah berakhir lima menit yang lalu. Tapi lihat saja mas bosku. Masih anteng di kubikelnya. Dinding kacanya membuatku bisa memperhatikan keningnya yang berkerut membaca sebuah map ditangannya. Ganteng.

Aku segera sadar dari keterpakuanku melihat ke arah kubikel mas Rayyan. Coba aja pas dipanggil ke dalam, mana berani aku melihat wajahnya langsung. Rasanya panas - dingin, gemetaran dan sangat sulit untuk ku sembunyikan. Aku memang secemen itu. Tapi bukankah kita memang harus menjaga pandangan.

Pekerjaanku hari ini tidak banyak. Tadi setelah rapat dengan Pak Bagas, aku segera menyusun spesifikasi kandungan bahan kimia yang akan kami pakai. Dan minggu ini aku harus mencari perusahaan rekanan yang menyediakan produk yang sesuai kebutuhan kami selain yang sudah aku list. Baru setelah itu meminta mereka mengajukan penawaran.

Itu artinya sebenarnya aku sudah bisa pulang. Rasanya aku bisa membayangkan segarnya air di tempat kosku.

"Kamu mau lembur, Bi?", tanya Mery. Dia pasti sudah mematikan komputernya.

"Nggak lah. Aku udah kelar kok. Ni juga mau matiin kompi", jawabku sambil membereskan meja kerjaku.

"Mas Ray belum pulang lho Bi", ujar Mery sambil melirik ke arah kubikel mas Ray.

Aku menghela napas berat. Memang sih tidak ada aturan tertulis aku harus pulang setelah managerku itu pulang. Tapi tetap saja selama ini aku selalu pulang setelah dia meninggalkan ruangan. Dan itu berarti aku harus sholat maghrib di kantor juga.

Setengah jam berlalu. Belum juga ada tanda - tanda Mas Ray menyudahi pekerjaannya. Bodo amatlah. Tidak ada pekerjaan yang urgent yang harus ku kerjakan. Mas bos galak juga sepertinya sudah tidak membutuhkan bantuanku lagi. Aku mengetuk pintu ruang kerjanya yang terbuat dari kaca itu.

"Mas Ray, udah maghrib. Saya boleh pulang dulu ya mas", pamitku.

"Hmm"

"Sholat dulu, Mas kalau belum kelar kerjaannya", ujarku mengingatkan.

"Hmm"

Apa lagi yang ku harapkan? Kosa kata Mas Ray kalau bukan urusan pekerjaan memang hanya "hmm" saja. Sepertinya dulu ketika sekolah, dia suka tidur pas pelajaran bahasa indonesia.

Aku menyambar tas selempangku, memastikan kartu akses dan ponselku sudah didalamnya sebelum melangkah ke mesin finger print untuk absen. Begitu mesin itu meneriakkan kata thank you setelah aku menscan sidik jari jempolku, aku melihat Mas Ray keluar dari kubikelnya. Dia sudah menggulung kemejanya hingga siku. Mungkin akan berwudhu.

"Kamu nggak mau sholat disini dulu, Abs?", tanya Mas Ray sambil lalu.

Eh. Tempat kosku memang dekat. Tapi kalau sholat di kosan kan aku sholat sendiri. Kalau disini siapa tau diimami Mas Ray. Lumayan meski belum bisa jadi imam di rumah tanggaku, aku bisa nyicipin jadi makmum sholatnya.

Buru - buru aku meletakkan kembali tasku di meja. Menyusul Mas Ray ke tempat sholat.

==========

Aku baru saja selesai dengan segala urusan mandi dan sebagainya. Tadi akhirnya aku sholat maghrib di kantor dengan Mas Ray sebagai imamnya. Terbayang kalau setiap sholat fardhu bahkan sunnahku diimami dia.

Duh, mikir apa aku ini? Emang Mas Ray mau apa sama aku?

Ku lirik ponselku. 12 chat di Grup Oscar Mania. Ada kalanya para sahabatku berisik di grup. Seperti ini. Ntah apa yang mereka bicarakan.

Grup Oscar Mania
Laras : Bi,
Laras : Loe masih di kantor?
Naila : Abi masih kencan sama si mamas duren
Laras : Dih Bi, jangan mau diajakin kencan sama duda
Naila : Emang kenapa, Ras?
Laras : Pikirin deh, kenapa mereka bisa cerai?
Laras : Pasti bermasalah itu mas duda.
Naila : Nggak gitu juga kali, Ras.
Naila : Namanya nggak jodoh aja.
Laras : Pokoknya Bi, jangan mau kencan sama duda
Naila : Kalau sholeh hajar aja, Bi.
Laras : Nggak boleh.

Aku tersenyum geli membaca chat mereka. Terakhir Laras mengirimkan chat itu pada pukul 17.35, mungkin dia mengirimkannya sebelum dia sholat maghrib. Setelah itu Naila tidak membalas apapun lagi.

Kedua sahabatku memang sudah ku ceritakan mengenai latar belakang bosku. Mereka berpikir aku sedang menaruh hati padanya. Mereka lupa aku siapa dan Mas Ray siapa. Aku cukup tau diri untuk tidak menyukainya lebih dari rasa kagum. Tentu saja bukan status dudanya yang ku permasalahkan.

Yah, aku hanyalah seorang gadis yang kebetulan berparas manis, kata kedua sahabatku, kebetulan punya pekerjaan dan kebetulan harus tinggal terpisah dengan keluarga besar. Hanya sesekali saja aku pulang ke Surabaya, jika ada acara keluarga atau hari - hari besar islam. Selebihnya aku memilih berada di sini. Di Semarang.

Ponselku bergetar. Satu panggilan dari Zaman Zulkarnaen.

Mau apa orang ini menelponku.

Aku memutuskan untuk mengabaikan saja panggilan itu. Rasanya sudah tidak ada lagi kepentingan yang membuatku harus berhubungan dengan dia. Aku tidak ingin mengingatnya.

Tak lama ponselku kembali bergetar. Satu panggilan dari Mama. Buru - buru ku geser tombol warna hijau di layar.

"Assalamualaikum mama"

"Waalaikumsalam anak mama. Sudah pulang kantor, Nak?"

"Sudah, Ma. Mama sehat?"

"Sehat sayang. Anak mama sehat?"

"Alhamdulillah."

"Anak mama kapan pulang, Nak?"

"Nanti, Ma kalau ada hari libur Abi pulang"

"Cepat pulang, itu kemarin nikahannya Niken kamu nggak pulang lho sayang."

"Mbak Niken kan nikahannya pas hari kerja, Ma."

"Ya udah. Jadi kamu sudah punya calon belum? Niken aja udah nikah, Bi"

Aku tersenyum kecut mendengar perkataan mama. Aku bukannya tidak memahami maksud perkataan itu. Tapi mau bagaimana? Aku belum punya calon, giliran ada aku merasa belum pas dengan dia.

"Nanti ya, Ma. Kalau udah tiba waktunya. Mama baik - baik ya disana. Abi tutup dulu telponnya. Assalamualaikum"

Ku matikan panggilan telpon dari mama. Bukannya aku tidak ingin mengobrol banyak dengan mama, aku hanya tidak tau lagi bagaimana menghadapi mama yang selalu menanyakan hal yang sama. Menikah.

Terkadang aku juga bertanya - tanya, kapan waktuku, Tuhan? Tapi aku menyadari, sebagai makhlukNya, aku tidak berhak memaksakan. Karena Dia selalu tau kapan waktu yang tepatnya.

- To be Continue -

Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

28 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Hhhh cerita gadis dengan duda bikin kepo nih

    BalasHapus
  2. jeng jeng jeng jeng, bikin penasaran. saya baca sambil ngemil saking serunya, wkwkwk. jadi kapan abi menikah? semoga segera ya. meskipun sama duda mudah-mudahan duda baik bukan duda kaleng-kaleng hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe.. gimana ceritanya itu duda kaleng - kaleng kak?

      Hapus
  3. Jadi penasaran mas Ray dan Abi berjodoh gak ya? Penasaran cerita selanjutnya

    BalasHapus
  4. Waahh... jadi inget dulu waktu belum nikah. Bentar2 ditanyain sama ortu, udah punya calon belum, kapan nikahnya, jangan kelamaan... bla bla bla... hihihi. Sabar ya, Bi!

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan itu kejadian sama yuni sekarang kak henee... hehehehe

      Hapus
  5. Abiii ... kok aku ngarep dia nikah sama mas Ray aja iih... hahaa ... Kalo soleh, baik hati, tajir, tidak pelit mah boleh kali Bi meski duda... qiqiqi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kan,, apa kita abaikan aja protes teman - temannya Abi ya kak? hehehe

      Hapus
  6. Balasan
    1. pantengin terus blog ku ya kak yasinta astuti. hehehe

      Hapus
  7. Sudah part 3 aja ya? Berarti saya ketinggalan part 2 nya.. Tapi penasaran dengan part 4 nya..
    Ditunggu..

    BalasHapus
  8. Jadi ingat novel "Tentang Kamu"nya Tere Liye, ada Zaman Zulkarnaen juga..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang namanya terinspirasi dari sana. karena yuni jatuh cinta pada sosok Zaman yang di novel itu kakak, hehehehe

      Hapus
  9. Eh eh eh ini udah part 3 ajah, kayakny aku kudu geser ke postingan sebelumnya deh hehe. Penasaran

    BalasHapus
  10. Ingat waktu belum dapat jodoh, pengen nikah..lama-lama malas pergi ke undangan, malas ditanya, kapan nikah? he he he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua lajang memang akan selalu menemui pertanyaan itu kakak. hehehe

      Hapus
  11. Hahaha, baca ini kok jadi inget jaman kerja dulu. Bosku gak pulang-pulang sampai anak buahnya suka gonduk, suebel. Sayangnya jaman dulu bosku bukan duren. Tapi bapak2 gila kerja, wkwkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerita fiktif mah bebas kak. mau model gimana juga bosnya. hehehee

      Hapus
  12. Dududu...jadi penasaran. Nanti Abi jadian gak ya sama Mas Ray?
    Kalau ada bos muda yang ganteng memang biasanya disenengin sama karyawatinya hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantengin terus deh di blog ini ya kak... See you soon kakak...

      Hapus
  13. Lanjuuttt.. hehe duda juga biarin aja, asal sholeh dan mencintai abi. Hehe itu kalau pendapat pembaca...Nggak tahu deh nanti pengarangnya ngarahin kemana heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. bismillah,,, semoga mereka mendapatkan yang terbaik untuk mereka berdua. Hehehe

      Hapus
  14. Lama nggak ikutan BW, sampai keingetan aku melupakan cerbung yang satu ini. Ceritanya bagus, Mbak, sudah mengalir. Jadi kepengen melipir dulu deh ke episode yang sebelum ini, hehehe ...

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro