Merindukan Pernikahan - Empat -

Cerita Sebelumnya 

editted by canva, sumber pict : www.apkgk.com


Rayyan POV

Aku sudah memegang data hutang supplier. Ada beberapa yang jatuh tempo dalam minggu ini. Seharusnya tidak ada masalah, karena Abigail sudah ku minta untuk memberikan semua invoice ke pihak finance minggu lalu. Seharusnya dana itu sudah cair.

"Abs, ke ruangan sebentar!", perintahku pada Abigail melalu telpon ex.

"Sebentar, Mas"

Selang beberapa lama, suara ketukan terdengar. Abigail masuk ke ruanganku dan langsung duduk di kursi di hadapanku. Kali ini dia mengenakan gamis motif kotak - kotak biru dan khimar biru. Kacamata minus bertengger di hidungnya yang lumayan mancung itu.

"Hutang supplier ada update terbaru?", tanyaku.

"Ada mas. Kemarin itu finance ada bayar supplier BBM. Tapi hari ini ada permintaan untuk solar juga dari kebun, Mas", jelasnya.

Masalah solar memang yang paling krusial di kebun. Energi listrik masih mengandalkan mesin genset, alat berat juga butuh solar dan kendaraan operasional juga ada sebagian yang menggunakan bahan bakar solar. Sehingga perhitungan kebutuhannya harus benar - benar tepat guna agar tidak terbuang sia - sia.

"Seperti biasa kamu analisa dulu penggunaannya. Jika ada yang tidak masuk akal segera konfirmasi ke kebun!", perintahku.

"Baik, Mas. Ada lagi Mas?", tanyanya sambil menuliskan sesuatu di notesnya.

Aku heran pada gadis ini. Jika semua karyawan wanita single disini berusaha merebut perhatianku meski mereka jarang bersinggungan denganku, lain halnya dengan dia. Setiap berada di radarku, dia akan sibuk dengan notesnya atau apapun yang membuatnya tidak akan fokus padaku. Bukan berarti aku haus akan perhatiannya. Aku sama sekali tidak keberatan dengan itu. Malah membuatku nyaman bekerja sama dengannya. Terbayang saja bagaimana merepotkannya jika dia ikut - ikutan mencari perhatianku.

"Kalau sudah tidak ada saya permisi keluar, Mas", pamitnya.

Dia baru saja hendak menyentuh pintu ruanganku saat aku kembali pada fokusku. Teringat awal mengapa aku memanggilnya.

"Abs, senin kita dinas ke Palembang. Kita akan mengunjungi Pusri disana. Siapkan keperluannya!"

"Oh oke Mas"

"Kita langsung ketemu di Bandara"

Baiklah. Aku butuh melihat pabrik pupuk mereka sebelum memutuskan untuk bekerja sama.

=========

Kami baru saja tiba di Bandara Sultan Mahmud Badarudin. Sopir kantor perwakilan sudah menunggu kami di gate kedatangan. Kami akan berkantor di kantor perwakilan terlebih dahulu sebelum bertolak ke hotel amaris, tempat kami menginap.

Abigail duduk di jok depan sebelah supir. Sementara aku sudah nyaman duduk di jok belakang ford ranger double cabin, mobil operasional perusahaan. Tatapanku melanglang ke luar, LRT ternyata sudah beroperasi. Tapi tetap saja macet tak berkesudahan.

Aku menghidupkan kembali ponselku. Langsung saja empat chat dari mama menari di layar ponselku. Ku baca sekilas.

Mama : Kau sudah sampai palembang, Nak. 
Mama : Pulang dinas mama sudah aturkan kencanmu dengan pilihan mama
Mama : Kali ini, cobalah untuk mengenalnya. 
Mama : Oke tampan. 

Setelah tiga tahun kesendirianku, baru kali ini mama bertindak begini. Biasanya beliau hanya akan menggodaku untuk menikah. Dan ya akhir - akhir ini sepertinya selalu memaksa. Apakah memang terlihat menyedihkan jika aku menduda?

Ku lirik seseorang yang dari tadi hanya diam di jok depan. Dia cukup manis, tertutup dan sepertinya cukup bisa diterima oleh mama.

Tapi dia tidak cukup bodoh untuk menerimamu yang hanya seorang duda, rutukku dalam hati.

Mobil berhenti di depan ruko 3 lantai yang kami gunakan sebagai kantor perwakilan. Lantai satu adalah bagian purchasing, tempat teamku disini. Tidak banyak aktivitas disini karena memang disini hanya sebagai gudang transit sebelum barang diantarkan ke kebun.

"Assalamualaikum mas Bagus", sapa Abigail kepada staff purchasing kantor Perwakilan.

Bagus ini staf paling bebal yang pernah ku kenal. Aku tidak pernah tau bagaimana cara perusahaan ini dulu merekrutnya, dia seperti tidak punya kualifikasi bahkan di bidang yang sudah digelutinya hampir selama tiga tahun dia bekerja disini.

"Waalaikumsalam, Abs. Eh mas Rayyan, baru aja Pak Genta balik, Mas", ujar Bagus.

"Apa ada pesan khusus untuk kunjungan ke pusri besok, Gus?", tanyaku.

Dia kelihatan kebingungan. Sorot matanya tidak fokus. Aku yakin dia sudah lupa dengan pesan yang mungkin disampaikan oleh Pak Genta.

Perusahaan kami memang tidak mengambil pupuk dan bahan kimia lainnya langsung dari pabrikannya. Kami hanya akan membelinya dari agen - agen besar pabrikan. Nah Pak Genta ini salah satu agen pusri yang akan menjembatani kami untuk berkunjung ke pabrik pupuk sriwijaya itu.

"Kamu tanyakan ke Pak Genta bagaimana teknis pastinya untuk kunjungan besok, Abs!", perintahku tak sabaran.

Bagus masih saja kelihatan linglung. Ingatkan aku untuk memberi penilaian jelek pada penilaian kerjanya akhir tahun mendatang.

"Baik, Mas", jawab Abigail.

Aku masuk ke ruangan tempat biasa kami berkantor jika sedang dinas di Palembang. Ada beberapa agenda pertemuan dengan pihak supplier. Sebentar lagi mereka pasti akan datang. Ku harap Bagus sudah mempersiapkan ruang meeting yang ada di lantai dua ruko ini.

"Kamu sih, Gus. Kenapa nggak kamu catat tadi omongan Pak Genta?", masih bisa ku dengar omelan Abi pada Bagus.

"Namanya juga lupa, Abs. Gimana dong?", keluh Bagus.

"Itu telinga kalau nggak nempel juga bakal kamu lupain pasti, Gus", omel Abi lagi yang hanya dibalas oleh tawa Bagus.

Bahkan akupun hampir tertawa mendengarnya. Abigail memang terkenal ceplas - ceplos kalau mengomel. Tentu saja dia akan melakukannya di belakangku. Dan seperti biasa aku akan pura - pura tidak tau. Bagiku Abigail sangat lucu. Mungkin akan sangat menyenangkan bila hidup bersamanya.

Ah, sadar Ray. Dia terlalu sempurna untukmu. Kamu tidak pantas bersamanya. Dia masih gadis dan kamu sudah duda, sebuah suara dalam diriku mengingatkan.

Apakah salah aku meminta dia dalam hidupku Tuhan? batinku.

Sebelum itu tentu aku harus memikirkan cara menjelaskan kepada mama tentang rencana kencannya. Aku seperti seorang gadis lugu sampai mama perlu mencarikan seorang pasangan. Seharusnya mama tidak perlu repot - repot melakukan itu.

- To Be Continue -

Mungkin ini bisa jadi terakhir saya posting cerita lengkap per part ya. Tapi jangan khawatir, kalian selalu bisa menemukan ceritaku di wattpad kok. Silahkan follow akun wattpad dengan nama Anaphalis_javanica

See You on Wattpad

Yuni Bint Saniro
Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

12 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Saling merindukan ternyata OMG semoga segera disegerakan

    BalasHapus
  2. Ooh punya wattpad juga. Siaap... Btw, boleh tebak gak? Apa mgkin calon dari mamanya Rayyan adalah Abigail ini? Hihi ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menebak sih tidak masalah kak... Feel Free saja... Hehehe

      Hapus
  3. Ini kebayang galau dan deg²an nih. Ada yg mau, tapi engga mau bilang.
    Gemez yaaa...
    Sayang aku engga punya wattpad...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak papa kak hani, nanti yuni posting di blog juga deh. hehehe

      Hapus
  4. Sangat menikmati membacanya.. Jadi penasaran bab selanjutnya ditunggu yaa hehe

    BalasHapus
  5. Oooh Ray, tentu saja kamu nggak salah menginginkanku dalam hidupmu ��

    BalasHapus
  6. Oalah pas baca terakhir " Aku seperti seorang gadis lugu sampai mama perlu mencarikan seorang pasangan. " langsung kaget dalam batinku, daritadi mas mas mas dipanggil sama abigailnya kok jadi gadis, sampe kubaca lagi. Eh ternyata cuma seperti ibarat aja, tidak yang sebenarnya ya :D

    nunggu cerita selanjutnya nih, sepertinya mas nya ada rasa nih sama mba nya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selanjutnya juga akan saya posting di blog ini juga kok kakak.. Ditunggu saja. Hehehehe

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro