Merindukan Pernikahan - Lima -

Klik untuk Kisah Sebelumnya

Abigail POV


Aku terduduk di depan meja rias kamar hotelku. Hotel amaris. Kamarnya bersebelahan dengan kamar Mas Rayyan. Tanpa connecting door.
Jantungku masih saja berdisko di dalam sana. Berisik sekali rasanya. Belum lagi pipiku yang memanas padahal ac sudah ku set sampai suhu minimal.
Ini gara - gara kejadian beberapa jam yang lalu. Tepatnya satu kejadian saat kami mengunjungi kantor pusat Pusri.
Entah apa yang terjadi denganku saat itu tiba - tiba saja langkahku oleng di depan kantor Pusri. Ada batu kecil yang tak sengaja ku pijak. Padahal aku bukannya memakai sepatu high heels tapi sepatu flat ternyaman yang ku miliki. Saat itu Mas Rayyan dengan sigap meraih pinggangku.
Silahkan membayangkan ada aliran listrik di kulitku saat lengan Mas Rayyan memegang pinggangku. Karena memang aku bisa merasakannya.
"Kamu kenapa Abs? Tadi sarapan kan?", tanya Mas Rayyan menatapku tajam sambil tetap merangkul pinggangku.
Kami memang tidak sarapan bersama. Lebih tepatnya aku yang tidak ingin sarapan berdua dengannya. Aku memilih memulai sarapanku lebih awal.
Sejak saat itulah jantungku kebat - kebit tidak karuan.
"Astaghfirullah", ucapku dalam hati.  Segera ku lepaskan rangkulan Mas Rayyan dari pinggangku. Raut wajahnya terlihat tidak rela atau entahlah aku tidak paham.
"Sarapan kok, Mas. Ini kayaknya kurang hati - hati aja deh", kilahku beralasan sambil memungut batu yang tadi ku pijak dan ku lemparkan ke luar dari area pejalan kaki.
"Ya sudah hati - hati", katanya sambil berlalu mengikuti Pak Genta masuk ke kantor Pusri.
Oh tidak. Aku yakin sekali saat itu pipiku sudah sangat merah. Semoga Mas Rayyan tidak sempat melihatnya. Kenapa juga aku bisa ceroboh sampai mau jatuh segala?
Dan sekarang kejadian itu sudah terlewat beberapa jam lamanya. Dia bahkan sudah tidak berada di dekatku lagi. Tapi jantung ini masih saja terasa jumpalitan hanya karena mengingatnya.
Tuhan, hamba hanya wanita biasa yang bisa menikmati pelukan hangat dari seorang pria.
Ku lirik ponselku. 12 chat Grup Oscar Mania.
Grup Oscar Mania
Naila : Bi, loe jadi ke Palembang? 
Naila : Jadi berdua doang sama Mamas ganteng?
Laras : Duda aja dibilang mamas ganteng
Laras : Pantesan dibilang om - om kalau dia mah
Naila : Jangan dengerin Laras, Bi
Aku memang sempat mengatakan pada mereka kalau aku harus dinas ke Palembang berdua dengan Mas Rayyan. Teringat pesan - pesan mereka tentang bagaimana aju harus menjaga diri. Mereka juga melarangku untuk terlalu dekat dengan Mas Rayyan.
Andai tidak kenal dekat dengan mereka mungkin aku sudah menganggap mereka gila. Mereka terlalu melebih - lebihkan sesuatu. Apalagi itu menyangkut perasaan.
Laras : Bi, loe ngapain aja sih?
Laras : Jarang nongol di grup
Laras : Ati - ati, Bi. Jangan terlalu deket sama duda. Entar loe di grepe - grepein
Naila : Ih Laras bahasanya
Laras : Lha emang iya
Laras : Gue sih percaya Abi. Dia nggak mungkin berani ngapa - ngapain
Laras : Tapi jelas gue nggak percaya si om duda ya
Kalau mereka tau tadi Mas Rayyan sempat merangkul aku, bisa heboh sendiri mereka. Ku putuskan untuk menyimpan sendiri cerita kejadian tadi. Lagi pula itu hanya ketidak sengajaan. Mas Rayyan pasti cuma mau membantu saja. Iya pasti begitu.
Grup Oscar Mania
Abigail : Apa sih? 
Abigail : Gue baru pulang dari Pusri ini
Laras : Loe nggak diapa - apain kan sama si duda?
Aku tersenyum kecut. Aku dirangkul Mas Ray tadi, Ras. Pas mau jatuh. Jawaban yang tidak mungkin ku berikan pada mereka.
Abigail : Gue kesini tu karena kerjaan ya
Laras : Siapa tau aja loe khilaf
Naila : Bilang mamas ganteng, Bi
Naila : Kalau mau ngapa - ngapain, nikahin dulu
Abigail : Kalian kebanyakan halu. Sholat dulu gue. Bye
Tak ku hiraukan lagi kicauan mereka di WA grup itu. Berbincang dengan mereka tidak akan pernah ada habisnya. Selalu ada hal lain lagi dan lagi untuk dibicarakan. Bisa telat aku sholat asharnya.
=========
Ampera di malam hari. Tadi aku memang sudah meminta ijin Mas Rayyan agar sopir kantor perwakilan mengantarku jalan - jalan. Diapun menyetujui dan memutuskan ikut denganku. Sekalian mencari makan malam katanya.
Dan disinilah kami. Menikmati kerlip lampu di kampung kapitan. Benar - benar suasana malam terbaik di pinggir sungai musi dengan pandangan langsung dari sudut terbaik jembatan ampera. Salah satu icon kota Palembang.
Aku memesan pindang patin untuk makan malamku. Sedangkan Mas Rayyan memesan sop iga.
Berada sedekat ini di tempat yang seindah ini membuat jantungku kembali berulah. Tapi aku sengaja mengabaikannya. Malah sibuk memotret view jembatan ampera. Aku ingin memamerkannya pada kedua sahabatku yang gila.
Ku buka aplikasi WA dan membuka room chat wa grup kami.
Grup Oscar Mania
Abigail : send picture
Sumber : Tripadvisor.com

Naila : Ih Abi dinner sama mamas ganteng di bawah ampera
Naila : romantisnya
Laras : eh beneran om duda ngajakin loe dinner, Bi.
Aku hanya tersenyum membaca chat dari mereka. Bukan dia yang mengajak dinner. Tapi aku yang berinisiatif jalan - jalan disini.
"Lagi chat sama siapa Abs? Kamu ketawa - ketawa sendiri".
"Teman - teman saya, Mas. Mereka saya kirimin photo jembatan ampera saja sudah heboh", jawabku sambil tersenyum ke arah Mas Rayyan.
Heboh mengira kita dinner, Mas. Dalam artian khusus.
"Makan dulu habis itu balik hotel. Besok kita flight jam lima", perintah Mas Rayyan.
Huh. Bersama Mas Rayyan mana bisa menikmati pemandangan indah begini. Dia terlalu kaku. Kenapa juga tadi dia ikut kesini?
Tapi apa yang bisa ku lakukan selain mengikuti perintahnya. Aku hanya kacung yang harus menuruti apa kata atasan. See you ampera in the night.
- To Be Continue -
Baca dari awal cerita Merindukan Pernikahan - Prolog -
Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

9 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Jadi penasaran nunggu sambungannya, ditunggu yaa..

    BalasHapus
  2. Aaah ya ampuuun... Nyebelin juga ih si Mas Ray, ngapain tadi minta ikut dinner ya. Padahal Abs mau sambil nikmatin kota...

    BalasHapus
  3. Wew, pasti geregetan ya kalau jalan sama orang kaku kayak gini. PAdahal kitanya pengin yang cair gitu kan, bisa ngobrol ketawa-ketiwi, apalagi karena kita ada hati sama dia, hahaha.

    BalasHapus
  4. wahhh baru baca banyak nggak ngertinya. kudu baca yang sebelumnya nih. oohhh iya pusri itu pabrik pupuk itu ya mbak?

    BalasHapus
  5. aku jadi penasaran kelanjutannya si abigail ini, ditunggu part selanjutnya ya mba. keep writing!

    BalasHapus
  6. Lha cowok mah emang kebanyakan gitu ya. Klo masih naksir mah rada kaku gitu. Kadang niat mau romantis juga malah awkward. Hahahaha Ditunggu kelanjutannya mbak

    BalasHapus
  7. Settingnya di Palembang kah? Eh bener gak sih? Hehhee makin penasaran deh kelnajutannya gmn ya?

    BalasHapus
  8. Ceritanya masih bersambung ya? Ga sabar sama endingnya..

    BalasHapus
  9. Wow, srpertinya Abigail diam-diam naksir duda keren Rayyan, deh

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro