Arti Sahabat : Si Pendiam dan Si Cerewet


Teman yang ada saat mereka butuh, itu hal biasa. Namun, teman yang ada saat kita butuh, itulah yang sangat berarti - Instagram/@a.salafiyyah2109


Namanya Ara. Dia baru saja resign dari perusahaan swasta yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Tadinya dia ditempatkan di salah satu kebun kelapa sawit yang berada di pedalaman Kalimantan Timur. Lebih mirip hutan dan susah signal. Tidak heran jika beberapa tahun belakang ini, dia jarang berkomunikasi dengan teman dan sahabatnya. Dia jadi terlihat lebih kurang pergaulan (kuper) dari sebelumnya. Sudah pendiam dan sekarang ditambah dengan kuper. Benar-benar lengkap penderitaan Ara.

Namun, kini dia kembali ke kampung halamannya. Sebuah desa di Kabupaten Sampang. Meski tidak bisa dibilang sebagai kampung yang ramai, tetapi setidaknya signal tidak akan sulit dijangkau oleh gawainya. Dia bisa dengan bebas berkomunikasi dengan siapa saja yang dia mau. Sayangnya, tidak banyak teman yang bisa dia hubungi. Dahulu, dia terlalu introvert dan pendiam, membuat teman-teman sekampusnya enggan akrab dengannya.

Ah andai saja, dia dulu bukan seorang yang pendiam.

Terbiasa bekerja membuatnya cepat merasa bosan di rumah. Sehari-dua hari dia bertahan. Namun, ketika hari telah berganti minggu, dan minggu juga berganti bulan, Ara mulai jenuh. Satu-satunya hiburan baginya adalah bertemu dengan sahabat yang tinggal di Kabupaten Bangkalan.

Seperti hari ini, dia sudah sepakat bertemu Laras di bebek sinjay, salah satu rumah makan terkenal di sekitar rumahnya.

"Ras, ketemuan yuk! Kamu nggak ada kesibukan kan?", tanya Ara ketika semalam dia menelpon Laras.

"Jam sembilan ya. Ketemu di Bebek Sinjay. Aku lagi pingin makan nasi bebek. Tapi kamu yang traktir ya", pinta Laras, "jam sebelas aku harus ke Dinas Pertanian Bangkalan soalnya. Kamu kalau nggak lagi ada kegiatan, ikut aja", sambung Laras seperti biasa tanpa jeda.

Dan disinilah Ara, ikut berdiri mengantri untuk memesan nasi bebeknya dan Laras. Mengingat belum waktunya makan siang, suasana rumah makan itu belum terlalu padat. Nampak juga hanya sebagian kecil meja yang sudah terisi, membuatnya bebas memilih tempat yang nyaman untuk sekedar makan.

Kondisi ini tentu saja akan berbeda jika mereka mengunjunginya ketika waktu makan siang. Dia akan kesulitan menemukan meja kosong dan harus bersedia mengantri minimal selama satu jam.

Sembari menunggu Laras, ingatan Ara kembali pada masa beberapa tahun silam. Tepatnya ketika dia baru menjadi seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di Madura. Moment ketika pertama kali dia berkenalan dengan sahabatnya yang sedikit cerewet itu. Sebenarnya tidak bisa dibilang sedikit, karena pada kenyataannya dia sangat cerewet. Membuat Ara tidak bisa menahan senyum mengingat kenangan ajaib itu.

==========

Saat itu ara menjadi sosok yang pendiam. Dia lebih memilih menyendiri daripada berkumpul bersama mahasiswa baru yang lain. Pun ketika jurusan mereka mengadakan study tour ke sebuah kawasan agrowisata di Malang, dia lebih nyaman duduk sendiri di dalam bus. Ditambah hanya segelintir orang yang dia kenal karena memang dia tidak mengikuti ospek jurusan maupun fakultas. Dari segelintir orang itu, beruntung baginya dia mengenal sang ketua umum himpunan mahasiswa jurusan agronomi. Bukan apa-apa, sang ketua umum itu adalah tetangga satu desa dengannya.

"Kamu gabung sama temen-temenmu ya, Ra. Masih banyak yang harus abang kerjakan", kata Bang Fadhil saat mereka baru saja tiba di depan gedung rektorat tempat berkumpul mahasiswa baru jurusan agroekoteknologi. Jurusan yang dipilih Ara.

"Aku kan belum banyak kenal mereka, Bang", keluh Ara.

"Ya makanya kenalan. Jangan diem aja", ujar Fadhil, "oke, aku pergi dulu ya. Nanti pulangnya ketemu di sini lagi", pamit Fadhil sambil berlalu tanpa memberinya kesempatan protes kembali.

Tertunduk lesu, Ara naik ke bus kampus yang telah disediakan. Dia sengaja memilih kursi yang kosong, malas untuk memulai mencari bahan percakapan dengan mereka. Memasang earphone dan mendengarkan musik sambil menunggu bus berangkat.

Selang beberapa lama, seorang gadis bertubuh mungil datang menghampiri Ara di kursinya. Sepertinya dia juga salah satu mahasiswa baru, sama seperti Ara.

"Di sini masih kosong ya?", tanya gadis itu sembari meletakkan tas ransel di kursi sebelah Ara.

Ara mematikan mp3 player dan menggelengkan kepala. Dia tidak keberatan anak ini duduk di sebelahnya. Toh, tidak ada kursi lain yang masih tersedia untuknya.

"Oke deh, aku duduk di sini saja ya", pamit gadis itu. "Hey, nama kamu siapa? Kenalkan namaku Laras", sapa gadis itu setelah dia duduk dengan nyaman. Gadis yang ternyata bernama Laras itu menyodorkan tangannya mengajak Ara bersalaman.

Mau tidak mau Ara menerima jabatan tangan Laras, sambil menyebutkan namanya. Menurut penilaiannya, Laras adalah gadis periang. Dia seperti tak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Apapun akan dia bahas. Anehnya, Ara tidak merasa keberatan dengan itu. Meski hanya sepatah-dua patah kata, dia menjawab apa saja yang ditanyakan oleh Laras. Seperti ...

"Kamu orang mana, Ra?"

"Sampang".

"Sampang mana?"

"Banyuates"

"Oh, aku orang Bangkalan. Desa Burneh. Kamu tahu?"

"Nggak".

Dan lain sebagainya.

Setelah perkenalan singkat mereka di atas bus saat perjalanan study tour itu, baik Ara dan Laras seperti tidak terpisahkan. Mereka akan selalu terlihat bersama di area kampus. Ara dengan bukunya dan Laras dengan segala cuap-cuapnya. Kontras sekali mereka. Satu pendiam dan yang lain sangat cerewet.

Siang itu, setelah praktikum biologi.

"Ra, ayo ke kantin. Aku lapar banget. Tadi belum sempat sarapan juga", ajak Laras sembari melepas jas labnya, "kamu sih enak tadi masih sempat ngemil tahu isi dan bakso goreng di kantin agribisnis. Lha aku mana sempat", sambung Laras dalam satu helaan napas.

Terkadang Ara juga heran. Bagaimana bisa Laras tahan berbicara panjang lebar dalam satu tarikan napasnya?

Apa dia tidak kehabisan napas?

"Iya tunggu", sahut Ara.

Seperti biasa hanya sepatah-dua patah kata saja.

Semua temannya yang ada di lab tersenyum geli melihat interaksi kedua sahabat itu. Tidak akan ada yang menyangka, mereka berdua bisa cocok satu sama lain.

"Aku duluan deh. Mau ke mushola dulu. Kamu lagi libur sholat kan?", pamit Laras yang langsung berlari meninggalkan ruang laboratorium.

Ara hanya menggelengkan kepalanya. Dia meneruskan membereskan semua perlengkapan dan buku-bukunya dengan tenang. Tidak ingin terburu-buru, toh dia memang sedang tidak salat karena memang sedang datang bulan.

"Kamu betah ya sama Laras. Dia kan cerewet banget", kata Mutia salah satu teman satu angkatannya.

Begitulah Laras dikenal oleh semua orang seantero jurusan Agroekoteknologi. Cerewet karena terlalu banyak bicara. Tapi kecerewetannya bukan hal yang mengada-ada. Dia selalu berbicara apa adanya. Hingga tidak jarang ada yang merasa tidak suka padanya.

"Tapi dia yang bertahan dengan aku yang pendiam", jawab Ara.

Sementara Ara adalah seorang yang pendiam. Hanya berbicara seperlunya saja. Itupun hanya sepatah atau dua patah kata saja. Hingga mereka dikenal dengan sebutan si Pendiam dan si Cerewet.

==========

"Hey, bengong aja", sapa Laras mengejutkan Ara. "Udah lama? Kenapa belum dimakan? Nunggu dingin dulu ya? Mana enak nasi bebek sinjay kalau udah dingin", katanya sembari duduk di depan Ara dan langsung menyantap nasi bebeknya.

Dia masih sama cerewetnya seperti dulu. Masih tak perduli dengan bagaimana cara makan wanita yang anggun. Intinya Laras belum berubah. Dia hanya lebih cantik dengan hijab lebarnya. Lebih feminim dengan dress semata kakinya.

Dan lebih mandiri sejak ditinggal pergi ibunya setahun yang lalu.

Namun tak perduli bagaimanapun perubahannya, Laras tetap sahabat bagi Ara. Meski cerewet, tapi dia selalu ada jika Ara butuh teman berbicara. Seperti saat ini. Dia hanya butuh teman untuk menghabiskan waktunya yang membosankan.

With Love


#chalenge
#postingblogjadibuku
#day1
Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

20 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Teman adalah pelengkap kekurangan dan kelebihan kita masing-masing yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Semoga kita menjadi teman yang selalu melengkapi untuk semua teman yang ada di sekeliling kita. Aamiin. Hehehehe

      Hapus
  2. Jadi ingat sahabatku dulu Di Yogya, orangnya rame dan lucu , berbalikan dgnku Mbak yg gak banyak coming😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe,,, banyak yang begitu, Mbak. Kebayang kalau sama-sama cerewet atau sama-sama pendiam.

      Hapus
  3. Kisah persahabatan dua gadis yang sifatnya saling bertolak belakang bakalan membuat penasaran para pembacanya Mbak... 😍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Semoga ya mbak. Ini juga hanya kumpulan cerpen.

      Hapus
  4. Akan jadi buku fiksi yang menarik hati ini. Aduuh besok ada konflik apa yaa antara si pendiam dan si cerewwet ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konfliknya berhenti di sini, Mbak. Ini hanya kumpulan cerpen. Sambil belajar nulis juga sih. Hehehe

      Hapus
  5. Seringkali yang berbeda itu bikin hidup lebih semangat dan lebih seruuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener kak. Bisa saling melengkapi juga 'kan ya?
      Hehehe

      Hapus
  6. Begitulah hukum alam ya, kita saling melengkapi biar seimbang.

    BalasHapus
  7. Cerita yang menarik. Ara mirip aku kayaknya, pendiem. Berarti aku harus nyari temen yang cerewet nih. Biar saling melengkapi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah kira-kira, Mbak. Biar nggak saling mendiamkan saja sih sebenarnya. Hehehe

      Hapus
  8. Aku pendiem, tapi bisa jadi cerewet banget kalau sama sobat kentalku .. he..he..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada akhirnya semua kembali pada rasa nyaman ya, Mbak. Hehehe

      Hapus
  9. haiii kak yuniiii

    mendadak aku kangen sahabat2 di kampus baca artikel ini,, hehe

    maklum lama bgt nggak ketemu sejak aku pindah kos an, huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bicara tentang sahabat mah nggak akan ada habisnya ya, Mbak Rin. Hehehe

      Hapus
  10. Temen makin tua makin susah didefinisikan. Siapakah teman sejati? :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih. Kita cenderung nggak ambil pusing sama siapa yang mau berteman dengan kita. Hehehe

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro