Mengapa Dia Bunuh Diri?


Ada begitu banyak alasan yang tercipta untuk menutupi suatu kesalahan atau membenarkan perbuatan yang kurang tepat. Hal itu bisa jadi memang benar adanya. Namun, kadang kala hanya dibuat-buat. Hingga kita nggak bisa membedakan mana kebenaran atau sesuatu yang dipaksa benar.

Satu contoh, perilaku mengejek atau lebih familiar kalau kita sebut dengan membully. Banyak kasus yang terjadi sebagai akibat dari perilaku ini. Jika kita flashback, beberapa waktu silam, ramai diberitakan seseartis korea yang bunuh diri. Kabarnya, artis ini merasa nggak tahan dengan bullyan yang dia terima dari netizen.

Yah, memang bisa sefatal itu akibatnya. Terlepas dari kadar keimanan yang mungkin disangkut-pautkan. Karena jelas sekali, orang beriman juga nggak akan mudah membully atau pun menghakimi. Memang benar bunuh diri adalah hal yang salah. Namun, sesuatu yang menjadi alasan mengapa dia bunuh diri juga hal yang nggak bisa dibenarkan.

Beberapa waktu lalu, saya baru saja membaca sebuah novel dengan judul “13 Reason Why.” Buku ini erat kaitannya dengan hal yang sudah saya ceritakan di atas. Bagaimana bullyan itu bisa menyamarkan hal benar dan hal yang dipaksa benar. Bingung? Nanti juga akan dapat penjelasannya. Jadi, baca sampai habis ya tulisan ini. Hehehe…

Detail Buku


Judul : 13 Reason Why
Penulis : Jay Asher
Penerjemah : Mery Riansyah
Penerbit : Penerbit Spring
Tebal : 324 halaman


“Judulnya keminggris banget ya. Bagaimana isinya? Bahasa asing semua?”

Nggak lah. Saya nggak akan sanggup membaca buku setebal 20 cm, jika menggunakan bahasa asing. Usaha yang dibutuhkan untuk membacanya saja sudah bikin ribet. Kita juga masih diminta untuk menerjemahkan. Esmeralda nggak sanggup, ferguso. Hehe…

Sinopsis Novel



Apa yang kalian rasakan ketika membaca blurb dari novel ini? Mudahnya, pertanyaan apa yang ada di benak kalian ketika membacanya? Jika pertanyaan itu ditujukan ke saya, maka hal yang menari-nari di pikiran saya adalah apa sih rahasia Clay Jensen hingga dia ragu untuk mendengar kaset yang Hannah Baker kirimkan?

Review Novel


Kau tidak bisa menghentikan masa depan. Kau tidak bisa mundur ke masa lalu. Satu-satunya cara untuk mengetahui rahasia itu adalah menekan… play.

Mungkin kalian sudah bisa menebaknya. Novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup Hannah yang dia rekam dalam kaset-kaset itu. Perjalanan hidup yang mengantarnya pada sebuah keputusan pendek. Teman-teman pasti juga sudah bisa menyimpulkan mengapa tokoh Hannah dalam cerita memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Lalu, mengapa dia bunuh diri?

Jangankan tokoh Hannah yang notabene adalah anak sekolahan, kalau di Indonesia mungkin setingkat SMA kali ya atau sudah kuliah. Saya juga nggak tahu persis sih. Namun, yang pasti dia masih sekolah. Bahkan seseartis korea yang sudah punya penghasilan sendiri, kaya dan cantik pun nggak sanggup menahan bullyan dari netizen. Dia lebih memilih mengakhiri hidupnya. Padahal itu hanya netizen. Orang-orang yang nggak ada sangkut pautnya dengan kehidupan pribadi. Maksudku, mereka ‘kan nggak bersinggungan langsung dengannya. Sedangkan Hannah?

Clay Jensen saja, yang dalam blurb disebutkan sebagai teman sekolahnya, menjadi salah satu alasan dia bunuh diri. Tentu saja, bukan hanya dia yang menjadi alasan itu. Masih ada yang lain. Mereka jelas-jelas sering berinteraksi dengan Hannah, baik secara langsung maupun nggak langsung. Bisa kalian bayangkan, betapa frustasinya mendapat bullyan dari orang-orang dekat?

Lantas, apakah Clay Jensen ikut membully Hannah Baker? Nggak. Coba kalian baca blurb di paragraf ketiga. Hannah Baker sudah tiada. Seharusnya rahasia-rahasia gadis itu terkubur bersamanya. Namun, setelah mendengarkan isi kaset, Clay menjadi paham kenapa dia menjadi salah satu alasan Hannah. Bukankah ini menjelaskan kalau anak lelaki itu berbeda dari alasan-alasan lainnya. Lalu, mengapa dia bunuh diri?

Coba kita pikirkan, bagaimana orang-orang yang cenderung mendapat bullyan dari lingkungan sekitarnya? Dia bisa menjadi sangat tertutup. Nggak mau bercerita pada siapa pun. Bahkan pada keluarganya. Sebenarnya, dia masih mau bercerita. Apapun, tapi nggak sedikit pun tentang masalah hidupnya.

Lalu, jika kita menyukai seseorang di sekitar kita yang juga tahu tentang apa yang menjadi ejekan kita. Tambahkan lagi jika kita merasa orang itu juga mempercayai setiap kata ejekan yang kita terima adalah hal yang sebenarnya. Bukankah akan semakin menambah tekanan dalam hati kita. Nah, si Hannah Baker juga begitu.

Dia mendapat ejekan yang buruk. Dia pikir, semua orang di dekatnya mempercayai ejekan itu adalah benar apa adanya gadis itu. Hingga dia nggak ingin lagi menjelaskan apa pun. Membiarkan saja ejekan itu semakin sering dia dengar. Bahkan ketika dia dekat dengan Clay yang ternyata menjadi rekan kerjanya di pekerjaan sampingan. Dia masih nggak ingin mengatakan apa pun.

Padahal, kalau saja kita mau berbagi cerita pada orang lain, bisa saja orang itu akan mempercayai dan membantu kita. Dengan catatan, nggak berbagi sembarang cerita di media social ya. Itu mah sama saja. Pembaca belum tentu orang yang mengenal kita. Salah-salah kita menambah gerutu dalam hati mereka. Lalu, secara tidak langsung malah menambah pihak yang bisa membully kita. Akhirnya semakin menambah alasan untuk bunuh diri.

Jay asher benar-benar berhasil membuat kita larut dalam ceritanya. Dia bisa menjelaskan dengan detail bagaimana situasi dan kondisi yang terjadi dalam cerita. Dia sukses menggambarkan bagaimana perasaan Clay. Dia sanggup menceritakan bagaimana Hannah berbicara dalam kaset. Hingga kata bosan dan jenuh akan menjauh dari kita.

Saat membaca, kita bisa dibuat geram, tersenyum bahkan bergidik ngeri. Selain itu, kita juga akan ikut mengumpati tokoh, memberi dukungan bahkan mendorong salah satu tokohnya. Pokoknya kalian akan merasakan apa arti nano-nano yang sebenarnya.

Finally



Pada akhirnya, Sepanjang malam, Clay mendengarkan kaset Hannah. Dia mengikuti petunjuk yang Hannah berikan untuk menyusuri kota kecilnya. Namun, yang dia temukan kemudian mengubah hidupnya selamanya…

Ingatlah teman, betapa pun sebuah kabar itu terlihat meyakinkan, kita nggak bisa terburu-buru untuk mempercayainya. Ada baiknya kita mencari tahu terlebih dahulu. Jika pun nggak ingin repot, kita nggak bisa langsung menyimpulkan bahwa ini benar dan itu salah. Terlebih dalam kasus bullyan ini.

Jadi, jangan menambah korban bullyan dengan menatap remeh orang-orang itu. Usahakan agar kita nggak menjadi salah satu alasan mereka mengambil jalan pintas yang salah. Karena pada akhirnya, mungkin kita akan menyesali sikap kita. Setelah semuanya terjadi, penyesalan pun nggak berarti apa-apa. Dia nggak akan mungkin kembali. Dan hidup kalian, jelas nggak akan sama lagi. Lalu, penyesalan terbesarnya adalah ternyata kalian menjadi salah satu alasan mengapa dia bunuh diri.

Rating : 4/5


Note : Gambar yang digunakan adalah dokumen pribadi yang diedit menggunakan aplikasi Canva

Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

20 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Se-ngeri itu ya Mba Yuni efek bullying. Bisa sampai bikin orang yang di bully berpikir buat mengakhiri hidupnya. Sad story banget. Semoga ga ada lagi hannah hannah yang lain ya. Dan yang baca baca novel ini juga smga jadi sadar bahwa tindakang bullying itu sangat berbahaya bagi mental seseorang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Makanya mah sebisa mungkin kita menghindari bully membully ini.

      Hapus
  2. Hmmm, fenomena bunuh diri ini makin banyak ya . Terutama di kalangan anak muda. Seperti kasus anak SMP beberapa waktu lalu. Saatnya benar-benar perhatikan asupan ilmu tauhid sama anak-anak agar tidak terjerumus dengan sikap demikian. Karena ya itu, satu-satunya benteng yang kuat hanya mengingat Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak. Rasanya miris sekali ya. Hanya Allah Sang Maha membolak-balikkan hati.

      Hapus
  3. Hwuaaa... sediiih, nggak kebayang gimana perasaan Clay ketika mendengarkan kaset rekamannya Hannah. Nyesel mungkin ya, mau berbuat sesuatu pun Hannahnya udah nggak ada 😭

    BalasHapus
  4. Jadi kenapa Hannah bunuh diri ya..hm jadi penasaran. Novel yang menarik bahkan sampai setebal 324 halaman ( 20 cm atau 2 cm ya Mbak Yuni?). Bullying memang bisa disikapi dengan berbeda pada tiap orang. Yang utama kita mencari solusi agar tidak terulang lagi dan bukan mencaci sang pelaku bunuh diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seharusnya itu panjangnya ya Mbak, bukan tebalnya. Hehehe,,,

      Hapus
  5. Bikin merinding bacanya, teringat beberapa kasus bunuh diri karena faktor bullying. Perlu baca bukunya nih, biar bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan jumlah kasusnya bukan cuma satu atau dua saja ya Mbak, rasanya udah banyak.

      Hapus
  6. Terkadang, kita tidak menyadari bahwa candaan yang berlebihan justru sangat menganggu orang lain. Mungkin, kita tidak bermaksud jahat, tetapi bagi orang lain hal itu bisa menimbulkan luka di hatinya. Duh, semoga kita tidak mem-bully orang lain, baik disengaja maupun tidak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak. Makanya kita dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan salah satunya juga karena ini mungkin ya. Agar tidak berlebihan bercanda sampai berpotensi menyakiti orang lain.

      Hapus
  7. Well, masalah bullying ini memang tanpa sadari udah kayak jadi kebiasaan kok, aku pun sering lupa meskipun maksudnya becanda. Tapi perlu memang kejadian-kejadian akibat bullying diangkat dalam cerita seperti ini. Biar bisa jadi pembelajaran. Biasanya kan lebih menyenangkan belajar dari cerita. Kalau teori suka bosan kan? Kalau lihat ketebalannya sih lumayan juga nih. Lumayan kudu nyediain waktu buat baca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bercanda sih boleh, asal tidak berlebihan. Karena yang berlebihan itu nggak baik. Hehehe

      Hapus
  8. Aku udah lama engga baca novel nih Mbak. Sepertinya ceritanya menarik. Pakai ada yg bunuh diri segala...Hum...jadi penasaran deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren sih Mbak. Yuni sanggup bacanya sekali baca pas akhir pekan. Mantep.

      Hapus
  9. Baru baca judulnya merinding mba. Biasanya yg lgi ngetrend nunuh diri krn bullying ya. Tp seandainya dikomunikasikn mgkn bs jd solusi terbaik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Segala sesuatu memang perlu komunikasi sih Mbak. Tapi kadang kalau orang yang kena bullying itu cenderung malu duluan kan Mbak. Merasa hopeless dan ya begitulah. Dari baca novel ini sih yuni nangkapnya begitu.

      Hapus
  10. Aku pernah mba baca catatan harian dosen ITB yang bunuh diri. Aku baca karena dia nulis di blog. Ya ampunn baru beberapa tulisan aku baca, aku udah mewek semeweknya. Kasiannnb. Dia sendirian dan ga ada yang memeluknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, sebenarnya penting bagi kita untuk peka terhadap sekeliling. Salah satunya sih karena ini. Tidak semua orang berani mengungkapkan permasalahan dalam hatinya, Mbak. Hehehe

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro