Sumber : pixabay.com |
Semua telah berubah. Kini segalanya tak lagi sama. Apa yang kusukai. Hidupku. Kisah asmaraku. Bahkan secangkir teh hangat yang sudah menemani sarapanku bertahun-tahun lamanya pun, kini berganti. Yah, aku memutuskan untuk menjadi seorang yang berbeda.
Awalnya Mbak Ida, pembantu rumah tanggaku bingung. Aku menolak minuman hangat kesukaanku sendiri. Namun, aku tak begitu perduli. Nanti juga dia akan terbiasa. Seperti aku yang akan membiasakan diri tanpamu.
"Mbak Rara yakin nggak mau teh buat sarapan?" tanya Mbak Ida bingung saat aku menolak teh buatannya.
"Yakin, Mbak," jawabku sembari tersenyum.
"Jadi, Mbak Rara mau apa?" tanya Mbak Ida masih bertahan dengan raut wajah kebingungan.
Aku dan secangkir teh hangat memang bagai dua pasangan yang tak terpisahkan. Dulu pagiku tak kan lengkap tanpa secangkir teh hangat.
Tapi itu dulu. Sekarang, aku tidak bisa menikmati hangatnya teh tanpa memikirkan kehangatan sikapmu. Dan aku tak ingin terjebak dalam pusara imajinasi tentangmu lagi. Aku ingin berhenti di sini.
"Susu coklat hangat saja, please!" pintaku.
Mbak Ida tidak protes lagi. Dia segera beranjak dan membuatkanku susu coklat hangat. Mungkin dia pikir, aku bosan dengan secangkir teh hangat. Barangkali dia mengira, aku hanya ingin berganti rasa.
Namun, secangkir teh hangatku kini berubah menjadi susu coklat hangat. Dan mungkin akan seterusnya seperti itu. Setidaknya, kedua minuman itu masih sama-sama hangat.
***
Aku akui ini tidak akan mudah. Meski waktu kebersamaan kita hanya sebentar, tapi kenangan yang membekas dalam ingatanku rasanya akan sulit untuk dienyahkan. Jelas saja, hanya aku yang menganggapnya seperti itu. Menyiksa diri dengan segala harapan semu. Sedangkan kau. Kau hanya menganggapku sebagai sahabat. Bawahan di kantor. Dan selalu seperti itu.
Namun, tenang saja. Aku akan memastikan kenangan ini tidak akan pernah mengganggumu. Jika pun belum bisa ku enyahkan, maka akan ku buat menjadi beku. Terkubur dalam palung hatiku yang terdalam. Hingga diriku sendiri pun sulit menjangkaunya. Aku sendiri yang akan memastikannya.
"Ra, kamu akan datang ke acara pernikahanku 'kan?" sekali lagi kau menanyakan kehadiranku di pestamu.
Aku tertawa dalam hati. Kau memang kejam. Tidak cukupkah menyakitiku dengan rasamu yang tak pernah kau berikan padaku. Sementara kau bertingkah sebaliknya. Apa masih kurang menjatuhkanku dari ketinggian hingga membuatku hancur berkeping-keping? Sedang kau yang membuatku melambung.
Aku yakin kau tidak sebuta itu. Kau pasti memahami dengan sangat baik bahwa selama ini, aku selalu terbuai dengan kebaikanmu. Kau pasti mengerti benar kalau aku telah jatuh pada pesonamu.
Lalu, bukankah kau juga menyukainya. Ku pikir selama ini, kau tidak pernah keberatan dengan segala godaan teman-teman kantor akan hubungan kita. Kau selalu berusaha melindungiku dari hal apa pun yang mengancamku. Apakah aku hanya salah menilai? Sepertinya begitu.
"Ra, ku pikir Pak Rey akan menikahimu lho. Kalian dekat banget sejak dulu," kata Sita, teman dekatku di kantor beberapa hari lalu.
"Nyatanya Pak Rey mau nikah sama cewek yang dia incar sejak dulu, Sit. Jadi dugaanmu salah," jawabku mencoba terlihat riang kala itu.
Yah, aku ingin menikah dengannya. Namun sayangnya, itu hanya hal semu yang bermain dalam imajinasiku saja. Kau tidak pernah memandangku dengan benar. Malangnya, aku baru menyadarinya ketika kau berencana menikah. Dan itu bukan denganku. Kau berhasil memporak-porandakan duniaku dalam sekejap mata. Tanpa aku bisa melakukan apa-apa.
"Akan ku usahakan, Rey. Semoga saat itu aku tidak ada halangan apa pun ya," jawabku berpura-pura meyakinkanmu. Lengkap dengan senyum terkembang di wajahku. Senyum yang terpaksa aku berikan.
Apa kalian pikir aku akan sanggup menghadiri pesta pernikahan pria yang sudah lama ku inginkan menjadi suami? Jangan bercanda! Aku tidak setegar itu. Seberapa kuat pun aku mencoba. Ternyata aku tidak akan bisa. Aku tidak sanggup.
Ku pikir, akan lebih mudah bagiku mengarang sebuah alasan tentang absennya aku. Daripada berusaha menutup luka yang pasti akan berdarah-darah jika aku berdiri di sana. Tidak. Aku sudah memutuskan untuk tidak menghadirinya.
Maafkan aku, Rey. Aku tidak akan sanggup membalut lukaku sendiri jika menyaksikanmu mengakad orang lain. Semoga kau bahagia.
Ku lihat kau tersenyum. Meski senyum itu tidak sampai ke matamu. Seakan ada sesuatu yang masih mengganjal. Ntahlah. Aku tidak yakin bisa memahamimu dengan benar. Namun satu hal yang pasti, senyummu masih semanis itu. Masih mampu membuat hatiku bergetar dan jantungku bergemuruh. Lalu, membuatku mendadak ragu mampu melalui kegilaan ini. Kegilaan jika hariku tanpa dirimu.
"Kalau begitu, ayo ku antar pulang! Sudah terlalu larut jika harus naik taksi, Ra," katamu sembari melangkah menuju lift.
"Tidak perlu, Rey. Aku tidak akan naik taksi. Aku bawa mobil sendiri sekarang," tolakku.
Kau terdiam. Mematung di tempatmu berdiri. Mungkin kau tidak akan menduganya. Selama ini, aku enggan membawa kendaraan sendiri hanya agar bisa pulang bersamamu. Sedikit menambah waktu kebersamaan yang ku pikir akan membuatmu menoleh ke arahku dengan benar. Ternyata aku salah.
***
Jadi, akan ku biarkan semua berlalu. Aku akan memastikan semua tak lagi sama setelah ini. Aku dengan hidupku. Dan kau dengan duniamu. Kita tak akan pernah bersama. Tidak, setelah kau memilih menikah dengan orang lain.
Dan aku benar-benar tidak menghadiri pestamu. Aku tidak perduli jika kau mungkin akan terus menghubungiku untuk memastikan kehadiranku.
Biar saja, meski aku dianggap terlalu percaya diri tentangmu yang mungkin akan menghubungiku. Padahal, kalau dipikirkan lagi, mana mungkin seorang yang akan menikahi pilihan hatinya masih akan memikirkan ketidakhadiran orang yang hanya dianggap sahabat. Tidak mungkin.
Namun, aku tetap mematikan ponselku. Aku hanya ingin melindungi diri sendiri dari godaan mengganggu acara sahabatku. Tidak boleh. Aku sudah bertekad untuk berubah. Merubah kehendak hatiku. Merubah arah cintaku. Hingga semua akan kembali pada jalan yang benar.
Selamat menempuh hidup baru, Rey. Semoga berbahagia.
Ku bisikkan doa untukmu. Semoga itu cukup menggantikan kehadiranku di sana.
Setelah ini kamu bukan lagi Rey yang selalu ku inginkan. Kau telah menjelma sebagai suami orang lain. Sosok terlarang untukku. Meski terlihat menggoda, aku tidak akan berubah menjadi perusak hubungan orang. Tidak akan pernah. Meski itu sudah menjadi hal yang biasa pada saat ini.
Karena aku ingin menjadi orang yang berbeda.
***
[END]
Baca Kisah Sebelumnya Sehangat Secangkir Teh
Awalnya Mbak Ida, pembantu rumah tanggaku bingung. Aku menolak minuman hangat kesukaanku sendiri. Namun, aku tak begitu perduli. Nanti juga dia akan terbiasa. Seperti aku yang akan membiasakan diri tanpamu.
"Mbak Rara yakin nggak mau teh buat sarapan?" tanya Mbak Ida bingung saat aku menolak teh buatannya.
"Yakin, Mbak," jawabku sembari tersenyum.
"Jadi, Mbak Rara mau apa?" tanya Mbak Ida masih bertahan dengan raut wajah kebingungan.
Aku dan secangkir teh hangat memang bagai dua pasangan yang tak terpisahkan. Dulu pagiku tak kan lengkap tanpa secangkir teh hangat.
Tapi itu dulu. Sekarang, aku tidak bisa menikmati hangatnya teh tanpa memikirkan kehangatan sikapmu. Dan aku tak ingin terjebak dalam pusara imajinasi tentangmu lagi. Aku ingin berhenti di sini.
"Susu coklat hangat saja, please!" pintaku.
Mbak Ida tidak protes lagi. Dia segera beranjak dan membuatkanku susu coklat hangat. Mungkin dia pikir, aku bosan dengan secangkir teh hangat. Barangkali dia mengira, aku hanya ingin berganti rasa.
Namun, secangkir teh hangatku kini berubah menjadi susu coklat hangat. Dan mungkin akan seterusnya seperti itu. Setidaknya, kedua minuman itu masih sama-sama hangat.
***
Aku akui ini tidak akan mudah. Meski waktu kebersamaan kita hanya sebentar, tapi kenangan yang membekas dalam ingatanku rasanya akan sulit untuk dienyahkan. Jelas saja, hanya aku yang menganggapnya seperti itu. Menyiksa diri dengan segala harapan semu. Sedangkan kau. Kau hanya menganggapku sebagai sahabat. Bawahan di kantor. Dan selalu seperti itu.
Namun, tenang saja. Aku akan memastikan kenangan ini tidak akan pernah mengganggumu. Jika pun belum bisa ku enyahkan, maka akan ku buat menjadi beku. Terkubur dalam palung hatiku yang terdalam. Hingga diriku sendiri pun sulit menjangkaunya. Aku sendiri yang akan memastikannya.
"Ra, kamu akan datang ke acara pernikahanku 'kan?" sekali lagi kau menanyakan kehadiranku di pestamu.
Aku tertawa dalam hati. Kau memang kejam. Tidak cukupkah menyakitiku dengan rasamu yang tak pernah kau berikan padaku. Sementara kau bertingkah sebaliknya. Apa masih kurang menjatuhkanku dari ketinggian hingga membuatku hancur berkeping-keping? Sedang kau yang membuatku melambung.
Baca Kisah Sebelumnya Mimpi Terindah
Aku yakin kau tidak sebuta itu. Kau pasti memahami dengan sangat baik bahwa selama ini, aku selalu terbuai dengan kebaikanmu. Kau pasti mengerti benar kalau aku telah jatuh pada pesonamu.
Lalu, bukankah kau juga menyukainya. Ku pikir selama ini, kau tidak pernah keberatan dengan segala godaan teman-teman kantor akan hubungan kita. Kau selalu berusaha melindungiku dari hal apa pun yang mengancamku. Apakah aku hanya salah menilai? Sepertinya begitu.
"Ra, ku pikir Pak Rey akan menikahimu lho. Kalian dekat banget sejak dulu," kata Sita, teman dekatku di kantor beberapa hari lalu.
"Nyatanya Pak Rey mau nikah sama cewek yang dia incar sejak dulu, Sit. Jadi dugaanmu salah," jawabku mencoba terlihat riang kala itu.
Yah, aku ingin menikah dengannya. Namun sayangnya, itu hanya hal semu yang bermain dalam imajinasiku saja. Kau tidak pernah memandangku dengan benar. Malangnya, aku baru menyadarinya ketika kau berencana menikah. Dan itu bukan denganku. Kau berhasil memporak-porandakan duniaku dalam sekejap mata. Tanpa aku bisa melakukan apa-apa.
"Akan ku usahakan, Rey. Semoga saat itu aku tidak ada halangan apa pun ya," jawabku berpura-pura meyakinkanmu. Lengkap dengan senyum terkembang di wajahku. Senyum yang terpaksa aku berikan.
Apa kalian pikir aku akan sanggup menghadiri pesta pernikahan pria yang sudah lama ku inginkan menjadi suami? Jangan bercanda! Aku tidak setegar itu. Seberapa kuat pun aku mencoba. Ternyata aku tidak akan bisa. Aku tidak sanggup.
Ku pikir, akan lebih mudah bagiku mengarang sebuah alasan tentang absennya aku. Daripada berusaha menutup luka yang pasti akan berdarah-darah jika aku berdiri di sana. Tidak. Aku sudah memutuskan untuk tidak menghadirinya.
Maafkan aku, Rey. Aku tidak akan sanggup membalut lukaku sendiri jika menyaksikanmu mengakad orang lain. Semoga kau bahagia.
Ku lihat kau tersenyum. Meski senyum itu tidak sampai ke matamu. Seakan ada sesuatu yang masih mengganjal. Ntahlah. Aku tidak yakin bisa memahamimu dengan benar. Namun satu hal yang pasti, senyummu masih semanis itu. Masih mampu membuat hatiku bergetar dan jantungku bergemuruh. Lalu, membuatku mendadak ragu mampu melalui kegilaan ini. Kegilaan jika hariku tanpa dirimu.
"Kalau begitu, ayo ku antar pulang! Sudah terlalu larut jika harus naik taksi, Ra," katamu sembari melangkah menuju lift.
"Tidak perlu, Rey. Aku tidak akan naik taksi. Aku bawa mobil sendiri sekarang," tolakku.
Kau terdiam. Mematung di tempatmu berdiri. Mungkin kau tidak akan menduganya. Selama ini, aku enggan membawa kendaraan sendiri hanya agar bisa pulang bersamamu. Sedikit menambah waktu kebersamaan yang ku pikir akan membuatmu menoleh ke arahku dengan benar. Ternyata aku salah.
***
Jadi, akan ku biarkan semua berlalu. Aku akan memastikan semua tak lagi sama setelah ini. Aku dengan hidupku. Dan kau dengan duniamu. Kita tak akan pernah bersama. Tidak, setelah kau memilih menikah dengan orang lain.
Dan aku benar-benar tidak menghadiri pestamu. Aku tidak perduli jika kau mungkin akan terus menghubungiku untuk memastikan kehadiranku.
Biar saja, meski aku dianggap terlalu percaya diri tentangmu yang mungkin akan menghubungiku. Padahal, kalau dipikirkan lagi, mana mungkin seorang yang akan menikahi pilihan hatinya masih akan memikirkan ketidakhadiran orang yang hanya dianggap sahabat. Tidak mungkin.
Namun, aku tetap mematikan ponselku. Aku hanya ingin melindungi diri sendiri dari godaan mengganggu acara sahabatku. Tidak boleh. Aku sudah bertekad untuk berubah. Merubah kehendak hatiku. Merubah arah cintaku. Hingga semua akan kembali pada jalan yang benar.
Selamat menempuh hidup baru, Rey. Semoga berbahagia.
Ku bisikkan doa untukmu. Semoga itu cukup menggantikan kehadiranku di sana.
Setelah ini kamu bukan lagi Rey yang selalu ku inginkan. Kau telah menjelma sebagai suami orang lain. Sosok terlarang untukku. Meski terlihat menggoda, aku tidak akan berubah menjadi perusak hubungan orang. Tidak akan pernah. Meski itu sudah menjadi hal yang biasa pada saat ini.
Karena aku ingin menjadi orang yang berbeda.
***
[END]
Ra, aku padamuuu...memegang komitmen untuk mengakhiri semua karena Rey sudah berubah statusnya. Tentu berat menjalani setelahnya, tapi yakin akan ada seseorang yang tepat di waktu yang tepat nanti..
BalasHapusDuh..jadi melow baca ini Mbak Yuni:) Keren!!
Begitulah, Mbak Dian. Yuni lebih senang mengkhayal. Dan betapa senangnya pas punya blog dan menuangkan semua di blog ini. HEhehe
HapusKhayalan yang dilampiaskan ke hal yang positif, jadi produktif nulis. Hobi yang diteuini bisa jadi passion ini, Mbak Yuni.
HapusSaya pembaca setia yang selalu menunggu karyanya lho
Semangat berkarya dan makin sukses ya
Terima kasih supportnya, Mbak Dian. Bismillah.
HapusKeren Rara. Gadis yang punya prinsip. Mampu menyembunyikan luka hati dan berusaha tegar. Masih ada kesempatan dan waktu yang akan membasuh semuanya. Lanjutkan menulisnya Mbak Yuni, suka baca cerepen-cerepennya.
BalasHapusKalau Rara menye-menye ntar nggak keren ah. Hehehe
HapusTerima kasih mbak ulfah.
Tips buat mbak Rara…..
BalasHapusBelum tentu apa yang kita inginkan baik untuk kita. Sang Pencipta akan memberikan pasangan terbaik untuk mbak Rara. Selalu ada hikma dalam sebuah peristiwa.
Fokuskan energi kebahagiaan mbak Rara untuk kebahagiaan ke depan.
Iyes. Faktanya memang seperti itu, tapi apa pun bisa terjadi dalam cerita 'kan Mbak. Namanya juga fiksi. HEhehe
HapusRa patah hatinya dalem bangeeet ... Iya sih, Ra, nggak usah memaksakan hadir di pernikahan Rey kalau kamu nggak sanggup. Sampai sana malah berurai air mata kan berabe. Tapi beneran lho ya, jangan deket-deket Rey lagi. Perempuan itu gampang banget diambil hatinya (lagi) kalau sudah merasa nyaman.
BalasHapusItulah. Anak gadis mah gampang baper kalau nggak benar-benar membentengi diri. HEhehe
HapusDuh kok nyesek ya bacanya, hiks.. Namanya jodoh ya gitu ya mbak misteri, cerpen yang sungguh terasa nyata ini mah
BalasHapusIdenya memang dari kisah nyata sih dikit-dikit. HEhehe
HapusDuuuuh, kok mrembes ya bacanya. Banyak banget kasus kayak begini, tapi Mbak Yuni bisa ceritain apik banget. Mau lagi baca fiksi lainnya ya....
BalasHapusIya kan Mbak. Banyak banget kan. HEhehe
HapusAku setuju dengan keputusan Rara. Maju terus, engga usah terlalu menengok ke belakang. Biarkan jadi bumbu kehidupan. Cerpennya apik. Mb Yuni pinteran nulis fiksi...
BalasHapusSemoga terus bisa menghibur ya Mbak. Hehehe
HapusPelajaran yang ku dapat dari cerita ini:
BalasHapus1. Jangan suka kegeeran jadi cw 😂
2. Menjaga hubungan tetap baik2 saja untuk menjaga hati yang baik-baik saja
3. Jado cowok jangan suka PHPein anak gadis orang, jadi aja bkin salah paham
Nah, bener ga mba yun pesen cerita ini begitu? 😂
kira-kira begitu bunda. hehehe
Hapusmba rara keren gaya move on nya
BalasHapusSengaja dibuat keren dong Mbak Rahayu. HEhehe
HapusWoh auto nangis deh ini. Cinta bertepuk sebelah tangan tapi kok cowoknya seakan Masi kasih harapan ya mba? Bikin gemes deh .. ada sekuelnya ngga ini nanti? Hehehe
BalasHapusNggak sedikit laki type begini kok di dunia nyata, Mbok. Yuni pernah nemu yang modelan begini beberapa. Hehehe
HapusGeregetannnnn!!!! Tapi cowok model gini memang beneran ada kok. Temenku udah jadi korbannya. Sampai sekarang, usianya 2 tahun di atasku, dia belum nikah karena patah hati yang bener-bener. Akibat PHP.
BalasHapusYuni belum nikah juga sih. Tapi bukan karena patah hati sama cowok modelan begitu sih. Simple, Allah belum ngasih kita waktu buat ketemu jodoh. Kalau udah ngasih waktu, mau lari ke lubang semut juga nggak bakal bisa. Kayaknya temen mbak Damar juga begitu deh.
HapusHehehehe
Maaf mbak, saya kok merinding sih bacanya sampai meneteskan air mata, hiks
BalasHapusWah, yuni sukses dong menciptakan karakternya. Terima kasih bunda.
HapusSi mbak sama kayak saya, suka ngeteh di pagi hari
BalasHapusYang penting nggak kayak si cowok saja bang. Bisa auto diamuk mamak-mamak yang baca nanti.
HapusWkwkwkwkwk...
Wah udah kayak lagunya Noah aja yaa hehehe, Teirma kasih sudah sharing!
BalasHapusAsik juga ternyata baca cerpen 😊
BalasHapusSerius. Bagus banget mbk ceritanya. Jd melow 😢
BalasHapusIntinya jangan terlalu berharap😕
BalasHapusSedih juga aku baca kisahnya 😟
BalasHapusjadi keinget seseorang yg sikapnya mirip Pak Rey dan itu SANGAT menyebalkan.
BalasHapusCinta memang tak selamanya bisa saling memilih ya, Mbak. Dan langkah sudah pas dan mantap ini, meninggalkan semua kenangan bersama Rey, dan melangkah memulai hidup baru. Namun sebaiknya hanya melupakan kenangan bersama Rey saja. Tidak perlu berubah menjadi kepribadian yang lain.
BalasHapus