Paylater Bisa Jadi Solusi, Tapi Hanya Kalau Kalian Kenal Diri Sendiri

paylater bisa jadi solusi

Lagi asyik scroll marketplace, rencana nyari barang buat posting affiliate marketing, lha kok Sahabat Cerita-ku nemu barang lucu. Terus, entah gimana ceritanya, tiba-tiba itu barang kerasa penting banget.

Mungkin itu, sepatu lucu yang harus kalian miliki saat itu juga. Alat dapur buat dessert yang lagi viral di TikTok. Ingat kejadian pas coklat Tom and Jerry beberapa waktu lalu nggak sih? Iya, cetakan coklatnya yang harus PO dulu itu.

Sayangnya, kalian lagi nggak punya duit. Udah gitu gajian masih lama pula. Secara kebetulan, mata kalian berkhianat. Dia berani melirik promo di bawah produk.

“Bayar Nanti! Cicilan pasti 0%”

Wah, Paylater bisa jadi solusi nih. Berasa kayak punya teman digital yang siap bantu kapan aja, nggak sih? Tapi eh tapi, dia juga bisa diem-diem bikin kepala cenat-cenut di akhir bulan lho.

Ketika “Nanti Aja Bayarnya” Jadi Gaya Hidup

Sekarang, kayaknya banyak banget orang yang merasa pakai Paylater tuh praktis banget. Mau beli token listrik, barang lucu, atau tiket buat liburan sekalipun, nggak perlu nunggu gajian.

Lihat sekarang, pingin, ya udah tinggal checkout. Bayarnya nanti, tapi barangnya bisa langsung dikirimkan. Terus alasannya, nggak papalah. Wong harganya murce. Cuma seratus ribuat, bisalah nanti bayar pas gajian.

Tapi kalian lupa nih. Yang katanya murce, cuma seratus ribuan, bisa kalian lakukan berulang kali. Semacam repeat order untuk produk lainnya di toko yang berbeda.

Begitu akhir bulan, atau pas tanggal jatuh tempo pembayaran, kalian kaget. Tiba-tiba, kalian kudu bayar cicilan yang nggak cuma seratus ribuan a.k.a cicilannya membengkak.

Kalau kataku ya, sampai sini kalian harusnya sadar sih. Paylater tuh ya, se-praktis apapun itu, nggak harus bikin kalian terlena. Dalam artian, kalian harus kenal dulu sama diri kalian sendiri sebelum memutuskan untuk menggunakan layanannya.

Paylater Itu Bukan Musuh, Tapi Butuh Kendali

paylater butuh kendali

Beberapa kali, aku menemukan berita di timeline media sosialku. Ada orang-orang yang menganggap Paylater adalah sebuah jebakan setelah cicilannya membengkak dan merasa keberatan untuk membayarnya.

Padahal mah, sama kayak teman baik, dia cuma akan berbahaya kalau kita nggak tahu cara menanggapinya.

Contoh, kalau kalian termasuk tipe orang yang bisa disiplin, tahu kapan harus stop, Paylater bakal jadi penyelamat sementara. Kayak misalnya, kalian pakai Paylater buat beli kebutuhan penting sebelum gajian, atau beli peralatan kerja yang rusak.

Tapi, kalau kalian termasuk dalam tipe orang yang gampang tergoda. Semacam suka lapar mata gitu. Maka, Paylater bakal berubah jadi lubang kecil yang pelan-pelan bikin dompet kalian bolong.

Aku juga pernah di fase itu. Fase di mana notifikasi “Tagihan Paylater Segera Jatuh Tempo” terasa kayak surat cinta dari mantan. Bikin aku deg-degan dan penuh penyesalan.

Oleh karena itu, aku punya satu pesan buat Sahabat Cerita-ku…

Baca juga:

Kenali Dirimu Sebelum Klik “Bayar Nanti”

Aku tahu banget, Paylater bisa jadi solusi saat kalian nggak punya duit, tapi ada kebutuhan. Nggak masalah sih beli barang pakai bayar nanti.

Hanya saja, sebelum kalian klik tombol itu, coba tanya ke diri sendiri tentang beberapa hal berikut ini:

  • Beneran butuh, atau cuma pengen?
  • Yakin bisa bayar pas waktunya nanti?
  • Udah punya dana darurat buat hal lain belum?

Soalnya ya, seringkali masalahnya bukan di barangnya. Tapi, di perasaan yang pingin punya barang itu sekarang juga. Nggak ada cerita nanti-nanti, apalagi sampai nggak jadi beli.

Dan itu halus banget cara kerjanya.

Iyalah. Teknologi bikin semuanya cepat, instan, dan nyaman. Sampai kadang kita lupa refleksi sebentar. Perlu nggak sih sebenarnya?

Kapan Paylater Bisa Jadi Solusi, Bukannya Masalah

Sebenarnya, Paylater itu nggak selalu buruk lho, Sahabat Cerita-ku. Masalahnya bukan di fiturnya, tapi di niat kalian waktu memakainya.

Kalau kalian tahu persis kenapa dan buat apa, Paylater bisa jadi alat bantu keuangan yang justru mempermudah hidup. Asal, kalian nggak pakai dia buat “nutup lubang dengan gali lubang baru”.

Misalnya:

  1. Situasi darurat tapi masih terkendali, kayak laptop rusak padahal kalian butuh buat kerja. Oke, masuk akal kalau kalian pakai Paylater dulu, asal udah tahu kapan dan gimana cara bayarnya.
  2. Pembelian produktif. Misalnya, beli alat kerja, kursus online, atau kebutuhan usaha kecil. Intinya, barang yang bisa balik modal, bukan cuma memuaskan keinginan sesaat.
  3. Ada perencanaan matang. Kalian udah tahu tanggal jatuh tempo, tahu sumber dana pembayarannya, dan tahu batas kemampuan kalian sendiri. Kalau perlu, catat di notes atau reminder biar nggak kecolongan.
  4. Platform-nya jelas dan transparan. Pilih yang kasih rincian bunga, denda, dan tenor secara terbuka. Jangan asal “klik setuju” tanpa baca ketentuan.

Karena, Paylater itu bukan uang tambahan. Itu cuma uang yang dipinjam dari versi diri kalian di masa depan. Dan percayalah! Versi masa depan kalian tuh juga pengin hidup tenang, nggak punya tumpukan cicilan.

Baca juga:

Tanda Kalian Mulai Kelewatan

tanda penggunaan paylater yang berlebihan

Waspadalah, Sahabat Cerita-ku! Kalau kalian sudah mulai merasa hal-hal ini, mungkin waktunya istirahat dulu dari Paylater:

  • Nggak hafal lagi kalian punya berapa tagihan.
  • Bayar Paylater pakai Paylater lain (iya, ini nyata lho. Semacam gali lubang tutup lubang).
  • Beli barang tapi udah nggak semangat nungguin datang.

Kalau tiga-tiganya kejadian, mungkin bukan dompet kalian yang lelah. Tapi, kalian yang butuh jeda buat menyusun ulang prioritas.

Paylater dan Seni Mengenal Diri

Tahu nggak sih, Sahabat Cerita-ku? Uang selalu jadi cermin kecil diri. Cara kalian belanja, menunda, atau menyesal, semuanya menunjukkan seberapa kenal kalian sama diri sendiri.

Ingat ya! Meski, Paylater bisa jadi solusi. Tapi, itu cuma alat.

Bisa bantu kalau kalian sadar kapan harus pakai, tapi bisa menyakitkan kalau kalian pakai buat menutupi rasa “kurang” yang nggak mau kalian akui.

Jadi, sebelum kalian klik tombol “Bayar Nanti”, mungkin langkah terbaik adalah berhenti sebentar, tarik napas, dan tanya pelan-pelan ke diri kalian sendiri!

“Aku beneran butuh, atau cuma pengen ngerasa cukup?”

Karena di akhir hari, bukan soal Paylater-nya yang salah. Kadang, cuma kalian yang lupa kenal siapa diri kalian saat pegang uang di tangan.

Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar