Merindukan Pernikahan - Tujuh Belas

Abigail POV


Baca juga Episode Sebelumnya Merindukan Pernikahan - Enam Belas

Sesungguhnya aku tidak benar-benar kesal pada Mas Rayyan. Aku lebih kesal pada diriku sendiri yang tidak bisa mengontrol emosi. Terlebih jika itu berhubungan dengan masa lalu dia. Padahal, akupun menyadari, dia tidak akan main-main dengan keputusan yang sudah dia pilih.

Lagipula, Mas Rayyan bukan lelaki yang mudah berpaling hatinya. Secantik dan seseksi apapun emak-emak itu tampil dihadapannya, dia hanya bagian masa lalu. Aku yakin, lelakiku itu tidak akan pernah tergoda.

Tapi, tetap saja ada bagian dari hatiku yang tidak nyaman dengan keberadaan wanita itu di sekitar kami. Andai kalian jadi aku, bukankah kalian akan bersikap sama sepertiku?

Jika kalian ingat, aku belum punya ikatan apapun dengan Mas Ray. Dia hanya sudah pernah melamarku. Tapi pernikahan masih belum digelar. Akad belum terucap darinya. Lalu, bagian mana dari ini yang membuat kalian tenang jika calon pasangan halal kalian sedang didekati oleh masa lalunya? Coba jelaskan padaku!

Sudah puluhan ribu kata sabar aku ucapkan untuk menyugesti diriku sendiri. Ribuan kalimat bahwa jodoh sudah ada yang mengatur telah aku rapal dalam hati. Entah keberapa kalinya aku mengatakan, jika dia memang jodohku, maka semua akan dipermudah.

Harusnya aku bisa tenang. Membiarkan Mas Ray menjelaskan hal yang perlu dijelaskan pada wanita itu. Meski sebenarnya itu tidak perlu.

Ayolah, dia sudah bukan istrinya hingga Mas Ray harus meminta ijinnya untuk menikah ‘kan? Mas Ray orang yang bebas. Statusnya single meskipun seorang duda. Tidak mungkin juga aku mau menerima lelaki yang punya status suami orang. Sekalipun dia sudah mendapat ijin istri pertamanya untuk menikah lagi. Aku tidak ingin dipoligami.

“Bi, cemberut aja itu muka”, sapa Mbak Desi.

Aku tersenyum. Ini sudah dua hari sejak Mas Rayyan berbicara dengan Mbak Ayu di Bandeng Juwana. Yang aku tahu, katanya dia sudah menegaskan posisi wanita itu di hidupnya. Tapi, siapa yang tahu isi hati emak-emak ganjen itu?

“Mbak Bi, mantan istri Mas Ray cantik banget ya? Modis lagi”, puji Mery.

Mataku memicing melihat ke arah kubikel samping. Mery sedang menatap ponselnya. Matanya begitu berbinar.

“Nih lihat deh postingan status WA Mbak Ayu, keluarga bahagia banget ya mereka. Nggak salah emang kalau Mas Ray mau balikan lagi sama Mbak Ayu”, puji Mery lagi.

Ya Salam. Postingan status WAnya adalah photo mereka berdua sedang bermain dengan Alif di Simpang Lima. Malam hari. Kemungkinan adalah ketika waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka di Citraland.

“Mbak Ayu ‘kan punya status, Mer”, ujarku sebal.

Bibir Mery mengerucut. Dia menarik kembali ponselnya. “Tapi katanya mereka mau pisah lho, Mbak Bi. Mbak Ayu mau balikan lagi sama Mas Ray. Bos Mbak Bi ‘kan juga mau nikah katanya. Sama siapa coba kalau nggak sama mantan istri tercinta”.

“Kamu nggak curiga Mas Ray bakal nikah sama aku. Siapa tahu cinlok. Mas Ray ternyata tertarik padaku”, kataku berandai-andai.

Mery dan Mbak Desi menatapku sangsi. Duh, gini banget sih jadi aku. Masa iya mereka nggak percaya kalau Mas Ray tertarik padaku, batinku ngenes.

“Kalian kenapa?”, tanyaku kemudian.

“Mbak Bi, sehat kan?”, Mery bertanya sambil meraba keningku seolah aku sakit.

Ku hempaskan tangannya, “Dikira aku gila apa?”, omelku.

“Kali aja kamu salah minum obat semalam, Bi”, celetuk Mbak Desi.

“Apa salahnya kalau ternyata Mas Ray tertarik padaku”, kataku sambil menekuni kembali angka-angka hutang supplier di komputerku.

Kalau dibandingkan dengan Mbak Ayu, jelas aku kalah modis. Tapi taka pa? aku tidak tertarik berpakaian dress-dress mini meski untuk menarik perhatian lawan jenis. Buat apa?

“Nggak ada yang salah sih, Mbak. cuma Mbak Ayu terlalu cantik untuk membuat Mas Ray berpaling pada Mbak Bi”, ejek Mery.

Baiklah. Baiklah. Aku akui, emak-emak itu memang pintar sekali berdandan. Make upnya juga tidak berlebihan. Tetap terlihat flawless dan tidak menor. Cantiklah. Tapi tetap saja bagiku, dia emak-emak ganjen. Sudah punya suami masih menggoda pria lain. Apa namanya kalau bukan ganjen?

Astaghfirullah, buat apa juga aku memikirkan masa lalu Mas Ray? Benar kata Mas Ray, dia hanya masa lalu. Aku masa depannya. Hanya aku.

Kalau nanti orang kantor sudah tahu tentang rencana pernikahan Mas Ray, kayaknya aku harus siap dimutasi. Semoga hanya berpindah divisi saja. Tidak harus berpindah ke kantor Perwakilan di Palembang atau lebih parah lagi ke kebun. Lebih baik aku resign saja kalau aku harus dipindah ke kebun atau ke Palembang.

Sebuah notifikasi pesan online muncul di ponselku. Dari nomer ponsel yang tidak tersimpan dalam kontakku. Keningku berkerut. Siapa?

==========

Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa Mery memberikan nomer ponselku pada Mbak Ayu? Apa katanya tadi?

“Biar Mbak Ayu mudah menghubungi, Mbak Bi kalau calon suaminya susah dihubungi”, jelas Mery saat aku berang mendapati pesan online dari nomer baru yang ternyata adalah nomer ponsel masa lalu Mas Ray.

Calon suami dari hongkong. Enak sekali bibirnya mengatakan calon suami wanita lain sebagai calon suaminya sendiri. Bagaimana mungkin dia berbicara seperti itu di saat dia sendiri masih terikat pernikahan. Benar-benar di luar akal sehat.

Fix. Mas Ray dulu menikahi wanita gila. Dan wanita gila itu ingin bertemu denganku. Hal yang lebih gila adalah aku mau-mau saja bertemu dengannya. Apa yang sedang ku pikirkan ini?

“Hay Abi, sudah lama menunggu?”, sapa Mbak Ayu saat duduk di hadapanku dengan segelas kopi.

Kami memang sepakat bertemu di starbuck Citraland. Dan aku sudah menunggunya sejak aku selesai sholat maghrib. Dan dia baru dating ketika pukul tujuh. Tahu begini mungkin aku akan menunggunya di musholla saja tadi.

“Lumayan, Mbak. ada apa ya?”, tanyaku langsung. Aku sedang malas berbasa-basi dengan wanita ini.

“Aku hanya ingin memberimu sedikit peringatan”, katanya santai.

“Tentang?”, tanyaku tak sabar.

“Tentang Rayyan tentu saja”, jawabnya.

Sepertinya dia sengaja mengulur waktu. Membuatku penasaran. Mungkin dia ingin membuatku cemburu lagi dan akhirnya rebut dengan Mas Ray. Maaf, emaknya Alif. Anda salah mencari patner bermain peran.

“Lanjutkan!”, perintahku tegas.

Biar saja meski terlihat tidak sopan. Aku tahu, dia mungkin kesal. Tapi biar saja. Wanita seperti ini rasanya tidak bisa lagi diajak bicara baik-baik. Kalau saja boleh, ingin ku jambak rambutnya itu.

“Kamu tahu kan dulu Ray sangat mencintaiku”, katanya.

Dulu. Waktu yang telah berlalu. Sudah pernah terjadi. Apakah wanita ini juga tidak mengerti keterangan waktu?

“Ah, masa lalu. Apa salahnya? Toh aku juga pernah punya kekasih. Dan Mas Ray tahu itu”, jawabku enteng.

“Kamu pikir dia akan mudah berpaling dariku? Kamu yakin, dia sudah tidak mencintaiku lagi? Karena menurutku dia masih menyimpan diriku di hatinya”, katanya.

Aku tersenyum meremehkan. Kopiku sudah habis. Aku tidak akan berlama-lama lagi disini bersamanya. Buang-buang energy. Masih ada banyak hal berguna yang bisa ku kerjakan tanpa harus meladeni wanita gila ini.

“Nyatanya dia sudah melamarku. Kami akan menikah sebentar lagi”, jawabku tanpa terpengaruh perkatannya.

“Sebegitu yakinnya kamu akan benar-benar dia nikahi? Menurutmu kenapa dia tidak memberitahu teman sekantor kalian kalau dia akan menikahimu?”, katanya lagi mencoba mempengaruhiku.

Andai tidak ada peraturan perusahaan yang melarang staff sesame divisi menikah, mungkin tidak akan sulit untuk Mas Rayyan membeberkan rencana pernikahannya. Tapi dia harus memastikan dulu aku tidak dipindah terlalu jauh darinya. Kalaupun terpaksa aku harus berhenti bekerja, dia hanya perlu memastikan aku telah menyelesaikan semua pekerjaanku dan menyelesaikan serah terima jabatan dengan staff penggantiku.

Tapi wanita seperti dia, yang tidak pernah tahu sulitnya bekerja, mana mungkin mengerti permasalahan ini. Dia hanya mengambil kesimpulan yang sesuai dengan kehendak hatinya. Tak perduli kebenarannya seperti apa.

“Dia tidak mencintaimu, Abi. Sebelum hatimu patah karenanya, lebih baik kamu pergi saja dari hidupnya”, lanjutnya.

“Kalau Mbak Ayu sebegitu yakinnya tentang perasaan Mas Ray pada Mbak, kenapa bukan Mbak saja yang meminta Mas Ray meninggalkanku?”, tantangku.

Terima kasih pada Mas Rayyan, yang sudah menjelaskan bahwa dia telah menekankan pada wanita ini untuk berhenti mengganggunya.

Raut wajahnya terlihat kaku. Dia harus tahu, aku tidak mudah ditakut-takuti. Aku sangat sulit untuk dibuat bimbang. Apalagi terpengaruh dengan segala omong kosong yang dia bicarakan.

“Kenapa? Mas Ray sudah jelaskan kalau dia sudah tidak memiliki perasaan apapun padamu? Ingat ya, Mbak punya anak dan suami yang lebih butuh perhatian Mbak. daripada sibuk mengejar orang yang bahkan sudah akan menikahi orang lain, mending Mbak memperbaiki hubungan dengan suami Mbak”, jelasku panjang lebar.

Dia semakin berang. “Diam kamu. Tahu apa kamu tentang hidupku?”, bentaknya.

Beberapa pengunjung mengalihkan perhatiannya pada kami. Aku hanya melempar senyumku pada mereka sejenak untuk kemudian menumpukan perhatianku pada Mbak Ayu lagi.

“Aku memang tidak tahu apapun tentang kehidupan Mbak. Tidak penting bagiku untuk tahu masalah orang lain. Tapi yang jelas, Mas Ray sudah akan menikah denganku. Masa lalunya sudah tertinggal jauh sejak siding keputusan cerainya. Jadi, menjauhlah Mbak. jangan buat dirimu lebih memalukan dari ini”, jawabku panjang lebar sebelum aku pergi meninggalkannya.

Aku tidak perduli dengan kemarahannya. Sungguh. Aku lebih ingin menyiramkan segelas kopinya di wajah cantik itu ketimbang siapapun. Tapi tidak ku lakukan. Untuk apa? Aku tidak akan mempermalukan diriku sendiri dan menjadi tontonan orang-orang.

With Love


Watpadd Yuni Bint Saniro
Yuni Bint Saniro

Blogger wanita yang menyukai dunia menulis sejak SMA. Saat ini masih pemula. Tapi tidak masalah. Kelak ada masanya menjadi profesional. Semangat.

24 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.

  1. Duh, Ayu ini beneran enggak tahu malu huhuhu. Seenaknya sendiri aja mau bolak-balik ke Ray.
    Semangat Abi, jangan pikirkan perempuan ituu.
    #esmosi akuuu🙈

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, akhirnya bisa membuat kak dian esmosi. Hehehe

      Hapus
  2. Makin seru nih konfliknya, kira2 bagaimana sikap Abigail selanjutnya ya? Siap-siap pantengin kelanjutannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagaimana layaknya sikap perempuan yang calonnya dideketi orang lain? Hehehehe

      Hapus
  3. kadang mulut teman perlu disumpal juga ya...meski sesama perempuan tapi nggak cukup peka untuk menyadari keadaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak sedikit kan yang begitu di dunia nyata kak? Hehehe

      Hapus
  4. Huhuhu...ikut kezel. Semua di tangan Rayyan deh. Ditunggu kelanjutannya, bagaimana manusia bisa terbolak-balik hatinya...

    BalasHapus
  5. Sabar, Bi, Sabar ... Hihi itu aku bayangin pas lagi di kantor ngeladenin omongan temen-temennya. Tapi ya gimana lagi karena mereka juga gak tau cerita sebenearnya ya. Hihi. Cayo, Abi. Tunjukkan dirimu lebih keren dari pada Ayu. HIhiw. Lanjut, Mbak Yuni

    BalasHapus
    Balasan
    1. Teman-teman kantor mah sebebas udara, mau ngomong apa aja ya kak. Hehehehe

      Hapus
  6. Abi sabar banget yak, kalau aku mah ogah ketemuan, gak ada untungnya ini. Lagian juga ya, Si Rayyan juga kenapa masih care aja. Tampaknya laki-laki yang satu ini salah strategi

    BalasHapus
  7. Abi pemberani ya? Ga kebayang gitu ada mantan ketemu dengan masa depan.. hehe. Btw.. beberapa typo ada di tulisan ini mbak... mungkin buru- buru ya nulis nya... semangat ya...mau sampai berapa episode nih mbak?

    BalasHapus
  8. Aih, seru!
    Walaupun saya tertinggal banyak episode, tetep bisa menangkap konflik yang terjadi pada postingan ini.
    Fuhh, tantangan jelang nikah dg duda sperti ini emang real, kok. Nyata ada di kehidupan sehari-hari.
    Lanjutkan, Mbak!
    Mau dibikin jadi novel kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya ini hanya sebagai pelatihan saya sendiri untuk bisa konsisten menulis sampai ceritanya kelar. Soalnya biasa yuni nulis nggak sampai kelar, udah mentok aja. Hehehe

      Hapus
  9. Aku gemaas hahha. Lebih gemas kenapa Abi masih mau ketemuan, aku dulu sebelum nikah sama papi ngebet banget loh mantan pacarnya pengen ketemu tapi alhamdulilah aku ga mau haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, ternyata ada juga ya di dunia nyata yang begini. Hehehe

      Hapus
  10. Kereen! Salut buat Abi yang begitu tenang menghadapi Ayu. Memang itu Ayu nyebelin banget ya...tetap berusaha untuk bisa saya mantannya lagi meskipun udah diminta jangan ganggu lagi.
    Lanjutin, Mbaak...! Penasaran dengan jalan ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bismillah, semoga tetap konsisten menulisnya ya mbak. Hehehe

      Hapus
  11. Aku baru baca yg ke 17 ini. Pas baca judulnya, awalnya kukira anniversary, hehe... keren mbak, jagoan ih bikin cerbung. Sebel sm Ayu yg kegenitan. Kyk si hello kitty.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namanya juga tokoh fiksi. dibuat genit bisa, dibuat nggak genit juga gampang aja atuh. Hehehehe

      Hapus
  12. wah, masih harus baca episode sebelumnya nih kalau pengen tahu cerita lengkapnya ya mbak. Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Monggo Mbak, Semua episodenya lengkap di blog ini. Hehehehe

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama

Artikel Terbaru di Yuni Bint Saniro